Lihat ke Halaman Asli

Optimalisasi Peran Mahasiswa dalam Penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Diperbarui: 21 Desember 2024   21:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penataan ketentuan larangan merokok di lingkungan kampus masih sangat rendah, padahal merokok merupakan persoalan serius yang lebih banyak merugikan kesehatan dibandingkan dengan manfaatnya. Merokok tidak hanya berdampak buruk pada perokok aktif, tetapi juga pada orang disekitarnya yang terpapar asap rokok, sehingga menciptakan lingkungan yang sehat menjadi tanggung jawab bersama. Lingkungan yang sehat merupakan hak setiap orang, setiap individu harus berperan aktif dalam menjaga terciptanya kondisi tersebut. Pengelolaan lingkungan yang baik memberikan dampak besar pada kesehatan individu serta mendukung peningkatan sanitasi lingkungan yang lebih baik. Dalam lingkungan kampus, peran seluruh civitas akademika dan pendukungnya sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesadaran tentang larangan merokok. Salah satu solusi yang bisa diterapkan adalah penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), yang bertujuan untuk mengurangi paparan asap rokok dan mendorong mahasiswa untuk berhenti merokok. Hasil penelitian di Universitas Padjajaran menyatakan, pemahaman mengenai KTR terbagi menjadi lima kategori, yaitu positif (40,3%), cenderung positif (44,2%), netral (11,7%), cenderung negatif (3,2%), dan negatif (0,6%). Essay ini bertujuan untuk mengulas mengenai minimnya pemahaman terhadap peraturan larangan merokok di lingkungan kampus serta solusi-solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kesadaran mahasiswa agar lingkungan kampus tetap sehat dan bebas asap rokok.

Merokok adalah salah satu masalah yang umumnya terdapat di masyarakan, ketika dibahas akan menghasilkan opini pro dan kontra. Menurut kesehatan, kerugian merokok bagi kesehatan lebih luas daripada manfaatnya. Berdasarkan hasil penelitian di Universitas Padjajaran ditemukan kesadaran mahasiswa terhadap KTR masih rendah yang dibuktikan dengan hasil kuesioner yaitu 40,3% mahasiswa positif merokok. Berdasarkan data Departemen Kesehatan pada tahun 2010, jumlah perokok di Indonesia sebesar 43,7% yang artinya lebih dari sepertiga penduduk berisiko mengalami beberapa gangguan kesehatan hingga kematian. Bahkan, setiap jam ada 560 orang atau 8,4 juta per tahun orang meninggal dunia dikarenakan mengenal rokok saat usia muda. Merokok menjadi salah satu gaya hidup yang tidak sehat. Banyak mahasiswa yang mengalami ketergantungan/kecanduan merokok karena hal tersebut telah diterapkan sejak usia muda. Secara tidak sadar, setiap kali menghirup asap rokok baik secara sengaja maupun tidak disengaja, sama saja dengan menghisap lebih dari 4000 macam racun. Dengan kata lain, merokok sama halnya dengan memasukan racun/merusak diri sendiri secara sengaja melalui rongga mulut terutama paru-paru yang dapat menyebabkan beberapa penyakit yang diantaranya kanker mulut, kanker paru, dan kanker tenggorokan. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah area yang melarang merokok untuk melindungi masyarakat dari paparan asap rokok dan menciptakan lingkungan yang sehat. Untuk menciptakan KTR memerlukan langkah strategis yang dimulai dengan advokasi kepada pimpinan institusi untuk menetapkan aturan tegas, termasuk sanksi bagi pelanggar. Berdasarkan penelitian yang ada, beberapa kampus di Indonesia telah berupaya menetapkan KTR, kebijakan ini seringkali hanya berupa teguran dan peringatan lisan  tanpa disertai sanksi yang jelas, sehingga kekuatan peraturannya menjadi kurang optimal. Untuk meningkatkan efektivitasnya, diperlukan sosialisasi yang melibatkan seluruh civitas akademika melalui media edukasi seperti spanduk, leaflet, atau diskusi, serta pemasangan media promosi seperti poster dan stiker di tempat strategis seperti ruang kelas, kantin, dan hobi. Pesan-pesan pada media tersebut harus menarik, informatif, dan mudah dipahami untuk mendorong seseorang untuk mengurangi kebiasaan merokok. Hal ini bisa menjadi solusi dalam menangai masalah lingkungan yang semakin marak. Selain itu, lingkungan bebas asap rokok dapat menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga dapat membantu mahasiswa untuk berhenti merokok secara bertahap dan bagi mahasiswa yang tidak merokok akan terlindungi dari paparan asap rokok yang mengandung bahan kimia berbahaya.

Sebagai mahasiswa yang berpendidikan, sudah sepatutnya untuk lebih memahami dampak yang ditimbulkan dari sebatang rokok dan meninggalkan kebiasaan merokok. Hal ini penting untuk meminimalisir angka kematian akibat kebiasaan merokok di usia muda. Perlu dibuat juga aturan yang jelas tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bagi seluruh civitas akademika dengan adanya sanksi tegas bagi pelanggarnya. Selain itu, perlu adanya sosialisasi terkait larangan merokok serta memperbanyak kampanye mengenai larangan merokok. Peran kita sebagai mahasiswa yaitu mematuhi peraturan yang berlaku di lingkungan kampus, menjadi agent of change terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan, serta saling mengingatkan antar mahasiswa untuk menciptakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di kampus. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline