Lihat ke Halaman Asli

Dampak dan Upaya Pencegahan Perkawinan Anak di Lombok

Diperbarui: 25 Oktober 2023   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi Upaya forum anak dengan mahasiswa yang dilakukakan dalam mecegah perkawian anak di desa mekar sari, lombok tengah

Perkawinan anak adalah praktik di mana salah satu atau kedua pasangan masih berusia di bawah 18 tahun. Pelarangan perkawinan anak ini bertujuan untuk mencegah beberapa aspek yang dapat merugikan anak-anak dan untuk melindungi hak-hak mereka. Perkawinan anak dianggap dapat mengancam hak-hak anak, serta berdampak negatif pada kesehatan fisik, mental, dan psikis mereka karena belum matangnya pemikiran mereka.

Hal ini didukung oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yang merupakan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang dikeluarkan oleh pemerintah, yang membatasi perkawinan hanya boleh dilakukan jika kedua pasangan berusia 19 tahun ke atas.

Menurut data yang disediakan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB tahun 2019-2020, terdapat 1.137 kasus perkawinan anak yang tercatat di 10 kabupaten/kota di NTB. Hal ini menunjukkan bahwa kasus perkawinan anak di NTB cukup tinggi, bahkan menempati peringkat kedua di seluruh Indonesia.

Dalam Modul Program Generasi Emas Bangsa Bebas Perkawinan Anak (GEMA CITA) dijelaskan tentang upaya pencegahan perkawinan usia anak. Beberapa dampak perkawinan usia anak termasuk:

Dampak Kesehatan:

  1. Pertumbuhan Fisik: Pada usia 18 tahun, remaja sedang dalam tahap pertumbuhan fisik. Perkawinan pada usia ini dapat meningkatkan risiko komplikasi selama kehamilan, karena organ reproduksi belum sepenuhnya berkembang. Ini dapat berakibat serius pada kesehatan ibu dan bayi yang dikandung.
  2. Penyakit Menular: Perkawinan pada usia dini juga meningkatkan risiko penyakit menular seperti kanker serviks, hepatitis B, dan HIV. Tubuh yang masih muda mungkin lebih rentan terhadap infeksi.
  3. Kematian Ibu dan Bayi: Kehamilan dan persalinan di bawah usia 19 tahun berisiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan yang dapat mengancam jiwa ibu dan bayi, seperti preeklampsia, kelahiran prematur, dan berat badan lahir rendah.
  4. Dampak pada Kesehatan Bayi dan Anak: Anak-anak yang lahir dari ibu yang menikah di usia dini dapat menghadapi risiko kesehatan yang lebih besar. Mereka mungkin mengalami pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan risiko gangguan kesehatan.

Dampak Psikologis:

  1. Pola Asuh yang Kurang Matang: Orangtua yang masih anak-anak mungkin belum siap secara psikologis untuk mengasuh anak. Ini bisa mengakibatkan perawatan anak yang kurang baik.
  2. Kekerasan dalam Rumah Tangga: Perkawinan di usia dini meningkatkan risiko terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, karena kedewasaan emosional dan keterampilan komunikasi yang kurang.
  3. Risiko Perceraian yang Lebih Tinggi: Perkawinan di usia dini seringkali berakhir dengan perceraian, karena pasangan muda mungkin belum siap untuk menghadapi tantangan pernikahan.
  4. Gangguan Psikologis pada Anak: Anak-anak yang menikah di usia dini juga berisiko mengalami masalah psikologis, karena mereka belum cukup matang untuk mengatasi tekanan dan tanggung jawab pernikahan.

Dampak Sosial:

  1. Isolasi Sosial: Perkawinan di usia dini dapat mengisolasi individu dari keluarga dan teman sebaya mereka. Mereka mungkin kehilangan peluang untuk mengembangkan hubungan sosial yang sehat.
  2. Hak Anak yang Tidak Terlindungi: Anak-anak yang menikah mungkin tidak mendapatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak mereka sebagai anak. Mereka kehilangan hak mereka atas pendidikan, perlindungan, dan hak-hak lain yang berkaitan dengan status anak.
  3. Kehilangan Akses Pendidikan: Perkawinan di usia dini dapat menghambat akses anak-anak terhadap pendidikan, karena mereka sering harus berhenti sekolah untuk memenuhi peran sebagai pasangan dan orangtua.
  4. Identitas Ilegal: Beberapa anak yang menikah di bawah umur mungkin tidak memiliki identitas legal yang tepat, karena perkawinan mereka mungkin tidak terdaftar dengan benar.

Dampak Ekonomi:

  1. Perpanjangan Kemiskinan: Perkawinan di usia dini sering kali memperpanjang siklus kemiskinan, karena pasangan muda mungkin tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang cukup untuk mencari pekerjaan yang baik.
  2. Putus Sekolah: Perkawinan di usia dini dapat mengakibatkan putus sekolah, sehingga anak-anak kehilangan peluang untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai.
  3. Pendapatan Rendah: Pasangan yang menikah di usia dini mungkin tidak memiliki pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan anak-anak mereka.

Cara Mencegah Perkawinan Anak:

  1. Sosialisasi: Penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat dan anak-anak tentang dampak negatif perkawinan anak. Sosialisasi tentang Hak, Kesehatan, Seksualitas, dan Reproduksi (HKSR) adalah kunci dalam upaya ini.
  2. Pelaporan: Penting untuk melaporkan perkawinan anak yang terjadi di desa/lingkungan kepada lembaga yang berwenang seperti PATBM/Forum Anak, Pemerintah Desa, Babinsa, NG (Lembaga sosial Masyarakat), UPTD PPA, dan DP3AP2KB.
  3. Aktivitas Positif: Mendorong kegiatan yang mendukung perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak, serta memberikan alternatif positif untuk perkawinan di usia dini.
  4. Kesetaraan Gender: Mendorong kesetaraan gender sebagai langkah kunci dalam mencegah perkawinan anak, karena kesetaraan gender dapat membantu mengurangi tekanan untuk menikah di usia dini.

Semua orang memiliki peran dalam mencegah perkawinan anak. Mari bersama-sama berperan aktif dalam melindungi masa depan cerah anak-anak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline