Malam itu, hujan turun dengan deras, menyisakan suasana mencekam di sekeliling. Di kamar yang gelap, hanya diterangi oleh kilatan petir yang sesekali menyambar, seorang wanita terbangun oleh suara ketukan pelan di jendela. Suara itu datang berulang kali, seolah-olah ada sesuatu yang mendesak di balik jendela. Dengan perasaan tak menentu, dia bangkit dari tempat tidurnya, berjalan perlahan ke arah suara itu. Jantungnya berdebar kencang saat tangannya menyentuh tirai. Dia menyingkapnya perlahan, berharap itu hanyalah ranting pohon yang tertiup angin.
Namun, apa yang dilihatnya membuat darahnya membeku. Di balik jendela, berdiri sosok dirinya, namun dengan senyum yang tak wajar—lebar, penuh dengan gigi yang runcing. Wanita itu tertegun, tak bisa berpaling dari bayangan aneh tersebut. Dia mengangkat tangannya, mencoba menyentuh wajahnya sendiri, memastikan itu hanyalah ilusi. Tapi di saat itulah dia menyadari sesuatu yang mengerikan—dia tidak sedang tersenyum. Bayangan di balik jendela itu bukanlah refleksi dirinya. Sosok itu, yang seharusnya tak ada, masih menatapnya dengan senyum yang semakin melebar, sementara dia sendiri merasakan dinginnya teror menjalari seluruh tubuhnya.
