Lihat ke Halaman Asli

Beny Akumo

Ingin menjadi pengusaha

Pimpinan Daerah Terkena Kasus Korupsi? Wajar ...

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari yang lalu, saya membaca head line Kompas mengenai ke-prihatinan pemerintah karena banyak sekali kepala daerah yang terkena kasus korupsi.

Saya pikir ke-prihatinan pemerintah itu mengenai perlunya dilakukan pembinaan sebelum para pejabat atau pimpinan daerah tersebut menjabat sebagai kepala daerah, atau paling tidak dimasukkannya salah satu syarat maju mencalonkan diri menjadi pimpinan daerah adalah lulus uji psikotest yang mana materi uji nya lebih di khususkan kepada kecenderungan si calon atau si bakal calon akan melakukan korupsi, kolusi atau nepotisme ... (Hmmm kayaknya bisa nih dijadikan judul dan bahan thesis buat temen-temen yang lagi ambil S2 Psikologi).

Tapi ternyata keprihatinan pemerintah pusat itu adalah apabila banyak pejabat daerah yang terkena kasus korupsi, maka sangat dimungkinkan jalannya pemerintahan di daerah tersebut akan terhambat ... kok itu yang di prihatin-kan??? Bukannya malah prihatin dengan moral para pejabat tersebut??? Waduhhhhh ...

Banyak faktor mengapa banyak pejabat daerah yang notabene adalah pimpinan daerah tersangkut kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (Coba lihat Propinsi Banten, nepotisme nya kurang apa coba?) namun saya melihat ada 4 (empat) faktor besar yang menyebabkan para pejabat tersebut berani melakukan tindakan "enak enak sakit" itu, yakni:


  1. Faktor syarat pencalonan: diwajibkan didukung oleh partai-partai politik
  2. Faktor partai pendukung: jika diusung oleh partai xyz, maka ada "imbal-balik" yang wajib dikembalikan, baik itu berupa materi atau berupa kebijakan yang menguntungkan partai-partai pendukung
  3. Faktor person si calon: dasar memang si person calon pemimpin-nya nakal, tapi pintar cari muka ke partai-partai pendukung, dengan iming-iming jika saya kepilih nanti, maka saya akan bla bla bla kan kalian.
  4. Faktor anggota dewan: mengapa faktor ini masuk? Jelas saja masuk, lha wong kalau si pejabat membuat suatu aturan, membuat satu kebijakan, maka aturan atau kebijakan tersebut (sebagus apapun aturan atau kebijakan itu bagi masyarakat) tidak akan terloloskan jika tidak diberikan "minyak pelumas" kepada para anggota dewan. Lha terus darimana "minyak pelumas"nya? Ya mulailah pejabat pemimpin itu mencari minyaknya .. darimana? yang ada di depan mata ya APBD ... ya khan? istilahnya tuh "nggak dimakan Bapak mati, kalo dimakan Ibu mati" ya begitu lah dilema nya pejabat pemimpin daerah (pusat juga sih).


Nah, tinggal pemerintah pusat nya bagaimana mau "membereskan" masalah yang beginian? Undang Undang Pemilu pun jika masih men-syaratkan para calon diwajibkan mendapat dukungan partai politik sekian persen maka UU tersebut mempunyai andil yang lumayan guna menciptakan pejabat yang korup. Tapi jika Undang Undang Pemilu dibuat fair dan bersih dan pro kemaslahatan dan kesejahteraan umat dan masyarakat-pun, tidak akan diloloskan oleh Anggota Dewan yang terhormat itu

Jika pun tetap ada persyaratan didukung oleh partai-partai politik, harusnya cukup di wacana mendukung saja, bukan malah dimintain ini itu sebelum dan sesudah terpilih ... karena dengan hal tersebutlah maka si terdukung menjadi mencari-cari peluang buat mengembalikan apa yang sudah "diberi".

Jika pun pemimpin daerah itu tampil dan terpilih dari pihak independen, terjegallah dia dalam hal pejabat tersebut membuat kebijakan daerah yang pro rakyat, karena tidak bersedia memberikan "minyak pelumas".

Jadi bagaimana baiknya? Cuma ini sepertinya jalan terbaik: Partai politik ditiadakan, dihapus, dibubarkan ... karena sejak munculnya Reformasi 1998, rakyat sudah bisa melihat, bagaimana sebenarnya peran partai politik di Negara kita ini (saling menjatuhkan satu sama lain - hal tersebut terkonotasikan dengan hal wajar dalam ber-politik) .. politik dagang sapi lah yang mereka sudah ajarkan ... sampai kong kalikong BBM kemarin dulu pun kita semua masih diajarkan cara ber-politik dagang sapi ...  ada yang "dagangnya" sembunyi-sembunyi, ada yang "dagangnya" blak-blakan, ada juga yang pura-pura nggak mau terlibat dagang sapi, pura-pura memihak kepada rakyat ... tapi who knows jika mereka yang menolak dagangan itu menjadi pihak mayoritas dan menduduki posisi pimpinan di republik ini? Maka akan berdagang juga lah mereka - pastiiiiiiiii ..., karena jika tidak berdagang, kebijakan pemerintahannya akan di"hadang" oleh lawan-lawan politiknya ... begitu lah perputarannya, berulang mengulang diulang dan terulang lagi ... (Nah ini juga bisa nih dijadikan bahan thesis temen-temen S2 Hukum maupun SosPol).

Jadi jika pun ada pertanyaan "Pimpinan daerah terkena kasus korupsi?" Maka jawabannya adalah "Wajaarrrrrrrrrrrr ...."




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline