"Memang lidah tak bertulang"
"Tak terbatas kata-kata"
"Tinggi gunung seribu janji"
"Lain di bibir, lain di hati"
Ternyata masih banyak orang yang belum bisa mengerti dan mendalami lirik lagu "Tinggi gunung seribu janji" ini, buktinya Pak Prabowo masih uring-uringan dengan di deklarasikannya Pak Jokowi sebagai Capres PDI-P, katanya PDI-P tidak menepati janji nya dalam perjanjian pencapresan.
Masih banyak atau bisa dikatakan beberapa banyak orang masih terheran-heran, bahkan kecewa atau mungkin marah dengan Pak Jokowi yang memutuskan untuk nyapres sesuai "petunjuk Ibu" atau bahkan "petunjuk partai" atau mungkin juga atas "petunjuk dan restu Pak Soekarno (alm)" ...... kok bisa ya orang yang sudah meninggal memberikan petunjuk? Ckckckck ...
Peta perpolitikan dan penyapresan sebegitu gonjang ganjing nya menanggapi dan serta juga untuk mengantisipasi penyapresan Pak Jokowi. Para capres yang belum atau sudah mengukuhkan dirinya sebagai capres, ketar ketir, maka lahirlah "kampanye miring" dengan mengemukakan pendapat mereka masing-masing mengenai hal ini. Sebetul-betulnya mereka ini tidak memahami arti dari lirik lagu di atas, bahwa ini lah panggung politik, bahwa ini lah dunia kalian yang kalian geluti dan banggakan itu .... bahwa tidak ada yang abadi, karena "lidah itu tidak bertulang" karena tidak bertulang itu, maka kata-kata yang keluar bisa fleksibel ditentukan oleh situasi ... a.k.a tidak abadi ...
Jangan uring-uringan kalau tiba-tiba kebersamaan itu berakhir tragis, jangan menjelek-jelekkan pihak lainnya yang tiba-tiba membelot, jangan juga mencemooh atau bahkan memaki, coba diumpamakan kalau itu diri kalian yang membelot atau yang mengakhiri suatu kebersamaan, apa coba alasannya? Pasti kalian juga bicara "inilah politik, tidak ada yang abadi" atau kalau anda lebih berani, maka akan keluar kata-kata "yaaaahhhh kami pasti akan mencari cara dan jalan bahkan sarana maupun prasarana yang bisa mengangkat kredibilitas dan elektabilitas kami dong... jika jalan yang kami ambil tidak menguntungkan, yaaa itu namanya bodooooo..."
Tapi ada juga capres yang belum apa-apa sudah mulai putus asa (?), mungkin beliau ini sudah mulai bisa melihat kenyataan dan pangsa pasar beliau yang tidak sesuai dengan survey-survey yang team beliau sendiri lakukan, yang pada awalnya dengan lantang bicara "saingan terberat saya hanya Ibu Megawati..." tapi akhir-akhir ini beliau bilang "siapapun yang menang, yang menang adalah rakyat ..." hmmmmmmmmmmmm ... saya cuma berpikir ini yang bicara adalah politikus senior, pemimpin partai yang besar .... pastiiii lidahnya tidak bertulang, bahkan mungkin lidahnya lebih elastis di banding politikus-politikus lain, apakah perkataan nya di atas itu benar? Atau hanya untuk politisisasi? Sehingga bisa menciptakan suatu wacana mem-polikisisasi polikusisasi????? :) .... hanya saja lidah memang tidak bertulang ....
Tabik-pun
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H