Lihat ke Halaman Asli

Nikmati!

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_113676" align="alignleft" width="300" caption="aku angel (iko punya photo)"][/caption] [caption id="attachment_113680" align="alignleft" width="300" caption="paras mu (iko punya photo)"][/caption] [caption id="attachment_113685" align="alignleft" width="300" caption="bunga jagung (iko punya photo)"][/caption] [caption id="attachment_113692" align="alignleft" width="224" caption="sawah lagi (iko photo's)"][/caption] [caption id="attachment_113694" align="alignleft" width="300" caption="rumput kering (iko punya photo)"][/caption] [caption id="attachment_113696" align="alignleft" width="300" caption="waktunya (iko punya photo)"][/caption] Berkelit waktu ijinkan untuk ku bertemu. Tak akan lama untuk tinggal aku hanya ingin memandang raut wajahnya. Aku butuh sekali hawa darinya. Bukan untuk sepiku, tapi karena aku benar-benar butuh. Aku ingin meraup kehalusan tubuhnya. Aku tak mampu menahan untuk tak memandangnya tajam-tajam hingga bola mataku berada 180 derajad diluar rongga mata. Ogh…. Aku terhunus tersirat. Bulu mataku layu sejenak tak mampu tegakkan raga. Walau kau bukan manusia, aku ingin menjadi teman mu. Sudah lama tak bersua dengan polosmu. Lugu ocehanmu yang menghamburkan laraku berhari-hari. Hangus bak terbakar si jago merah. Aku mau kau bakar terus hingga aku menjadi putih dan bening. Bening cahaya matamu yang ingin berbagi senyuman. Aku tak mengenalmu namun, kau menyapaku. Siapa namamu dek? Angel namaku. Sambil membelai handphone buntutku dengan tangan kirinya. Ehm,, ini nomorku mbak. Celoteh angel. Hahahaha aku dan mas fajar tertawa geli. Aduh, nomornya kok panjang banget dek. Angka 0 yang terus dia pencet, dia ingin ungkapkan walau aku masih kecil aku bisa menjadi seperti kalian. Waktuku habis aku segera pulang untuk bertemu teman ketika aku haus. Wah, selokan mataram sudah menghantarkan kepulanganku. Aku segera bilang. Mas, berhenti. Aku telah bertemu dengannya. Dia tersenyum indah sekali. Mataku tersentuh dan tertusuk cahaya nya. Kesegaran sore begitu berpihak padaku. Gusti, kau benar-benar paling mengerti isi hatiku. Arep dikejar ora ka? Tanya mas fajar. Iyalah. Pitung pun siap temani sore kami dengan santainya. Berhenti. Jembatan itu. Kanan kiri penuh semburat halus parasmu yang menghina kecantikan diriku. Sadar. Kau yang tercantik. Ku akui. Sujud sana sini demi melihat tiap lekuk tubuhmu yang masih tak ku mengerti. Kau mendebarkan irama sepiku. Menelantarkan kesedihan yang sempat berdiri tegak. Kini kau yang bertahta di puri kecil milik hariku. Maaf, selama ini aku masih abaikan kebaikan mu. Aku masih menyibukkan kedua tangan, kaki, mata, telinga, lubang hidungku, untuk tubuhku sendiri. Aku berjanji akan sempatkan waktu bertemu dengan mu tiap waktumu . kita akan bebas tertawa, dan berkata, sang Pencipta sungguh mengerti segala sesuatunya. Barang nyata berharga mahal tak akan bias puaskan seperti dirimu. Aku rasanya semakin jatuh rasa bertubi-tubi disenyuman mu. Aku senang bermain dengan mu alamku. Sajian mu sungguh mampu tumpahkan rasa penatku yang berbukit dan membatu. Alam mari kita jaga hubungan kita ini. Agar kita bisa hidup bersama. Kau sudah menjaga ku, dan sekarang ku ingin menjaga mu juga.

Kalasan. sore..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline