Lihat ke Halaman Asli

Meninggalkan Gerimis

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

detik-detik semakin kuat berdering setelah tengah malam berubah menjadi suatu harapan baru. gadis beralis tebal menengok jauh menerawang dari sisi dalam jendela. tralis besi yang berumur tahunan menghias ruangan yang menjadi saksi petualangan manis dan pahit. bertalu suara hati ingin membicarakan keinginan masa depan.

"izinkan rena tinggal satu sampai dua tahun di tanah perantauan ini" ujar ku lirih

suasana menjadi hangat walau bertelanjang telapak kakiku.

"rena sudah disiapkan pekerjaan oleh Tuhan di Palembang, pulanglah saja setelah lulus kuliahmu", sahut ibunda

sayu lagu way back into love menyalur ke telinga dan darah yang menghangat bersama gerimis yang bernyanyi lirih.

"tapi, untuk apa kerja dan mengejar materi jauh-jauh, pulanglah saja dan ajak ayahmu seatap dengan kita agar adikmu merasakan kebahagian seperti teman-temannnya, kebahagian lebih penting" tekan ibunda.

"masih ada ilmu  yang harus ku raih disini " jawabku.

"sudah lah yang penting lulus dulu, ibu sudah mengantuk hendak tidur"  berusaha memutus perbincangan.

gerimis perlahan menghilang, tak ku dengar lagi bisikan sendunya. penghangat malam dan fajar menyusut. menguap menjadi parfum sang fajar bersama embun yang hendak berhias menyambut pemanas pagi dan siang yang tampan.

"saat diri sudah meninggalkan usia 17 tahun bukan kah diriku berhak membuka pintu kebebasan untuk ku nikmati dengan penuh rasa tanggung jawab agar kebahagiaan diri terasakan seperti kecupan hangat sang Mentari pada pagi yang terbangun"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline