Kita dulu adalah dua manusia dewasa yang beberapa kali mencandu rindu paling sering.
Lalu kudengar kau membisikkan rindu dengan amat bising.
Hari ini , kita akan kembali terasing.
Oleh bentangan jarak diantara kita yang menggelora nyaring.
________________________________________________________________________________________________________________________________.
Tepat hari ini hatiku remuk.
Lalu ku biaskan lewat partikel diksi yang tak berufuk
Hujan gerimis , tolong temani aku melepas belenggu derai tangis.
Jangan sekalipun kau seka air mataku.
Biarkanlah saja malam ini pelupuk mataku basah kuyup menahan pilu.
Lalu , Dimana kini manik mata hazel yang begitu bebal kau perjuangkan.
Bukankah ia dengan tega ia meninggalkan mu dalam separuh perjalanan ?
" Dia telah pergi bersama sebungkus penghianatan yang ia bungkus rapi dalam sebuah syair kerinduan. "
Lalu hujan gerimis menjawab "Buang saja nanti beberapa bait elegi.
Agar tak menjadikan senarai pilu dihatimu lagi. "
Perlu kau tahu.
Aku pernah mencintai manik mata yang pernah kusebut cinta.
Hari ini kita aku adalah hati yang terlalu dini menelan pahit kecewa.
Dahulu kita saling mencinta lalu pada suatu waktu bertemu tanpa pernah saling sapa.
Masih bolehkan kini kupinjam bahumu untukku berteduh.
Meski kiranya tak dapat lagi aku merengkuh.
Hari ini , Aku pulangkan lagi diksimu pada Anggraeni ,
Semoga Anggraeni juga mengerti .
Bahwa aku tak sanggup lagi menikmati rindu ini sendiri
Aku memohon untuk pamit.
Semoga direstui oleh Sang pemilik langit
Dan juga sampai padamu , mahkluk yang terkait.
Trenggalek ,11 Nopember 2020.
Karya : Ainul Hidayah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H