Lihat ke Halaman Asli

19 Tahun Jadi Pembunuh, Masa Muda yang Berapi-Api?

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita tentang pembunuhan berencana yang dilakukan oleh sepasang kekasih ini menyisakkan tangis dan penyesalan. Betapa sedih hati orang tua korban melihat anaknya kini telah tiada dengan ending begitu tragis. Dibunuh dengan sebelumnya disiksa; disetrum, disumpal mulutnya dengan koran, dipukuli hingga meninggal dunia.

Mereka para pemeran dalam tragedi ini adalah para pemuda. Baik korban maupun pelaku pembunuhnya sama-sama berusia 19 tahun. Bahkan ketiganya adalah teman sekelas sewaktu duduk di bangku SMA dulu.

Jika membunuh bisa dikatakan sebagai prestasi, maka sungguh buruk prestasi yang dihasilkan oleh pemuda berusia 19 tahun itu.

Kasus ini adalah contoh, bahwa pemuda kita masih gampang galau dengan masalah-masalah sederhana namun mencari solusi dengan cara yang sangat mencerminkan kalau ia belum kunjung dewasa meski sudah duduk di bangku kuliyah menyandang gelar mahasiswa.

Di Mesir, Sebuah seminar tentang problematika remaja digelar. Pematerinya adalah seorang dokter tapi juga pemerhati sejarah. Beliau adalah Dr. Raghib As Sirjani.

Sebelum memulai presentasi, Beliau meminta kepada semua peserta untuk menuliskan di selembar kertas masalah terbesar yang mereka hadapi yang mana jika masalah tersebut bisa diatasi maka mereka akan menjadi manusia yang sangat bahagia.

Dokter ini terkejut. Ternyata masalah terbesar yang dihadapi oleh kebanyakan peserta seminar tersebut adalah masalah-masalah remeh yang seharusnya tidak masuk dalam katagori masalah serius. Diantara masalaha yang ditulis oleh mereka adalah,

- Masalah asmara dengan pacarnya

- Ingin mempunyai hape keluaran terbaru namun orang tua tidak membelikannya

-Bingung setelah lulus kuliah (lumayan berbobot)

Dan masalah-masalah remeh lainnya yang seharusnya tidak mendapat porsi besar sampai menguras kondisi kejiwaan. Yang ingin disampaian beliau adalah betapa para pemuda yang duduk di bangku kuliah ini ternyata mudah galau dengan permasalahan-permasalahan pribadi yang seharusnya itu adalah masalah kecil. Mereka telah dewasa memang, tapi jiwa mereka masih anak-anak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline