Setiap Lebaran di rumah ibu saya menjadi tempat berkumpulnya keluarga besar. Akan selalu ramai, dengan suasana haru dan bahagia.
Momen Lebaran Idul Fitri, saya datang lebih awal ke tempat ibu. Menginap sehari di sana bersama suami dan anak pertama satu-satunya.
Datang setelah shalat Id dan membawa rantam ketupat dan opor ayam. Sebelum pergi terlebih dulu silaturahmi dengan suami dan bapak mertua dengan kalimat ucapan Lebaran bahasa Asli Pemalang.
"Pak, nyuwun pangapuro, minal aidzin wal faidzin." ucap Saya dengan menjabat tangan kepada suami. Yang artinya Pak minta maaf sebesar-besarnya, minal aidzin walfaidzin.
"Mbah Sis, nyuwun pangapuro. Minal Aidin wal faizin." Begitupun dengan Bapak mertua, Kakek dari anak saya yang sudah terbiasa dipanggil Mbah. Tujuannya agar nanti anak saya juga ikut-ikutan memanggil Mbah.
Lalu mereka akan menjawab seperti ini, "Yo podho-podho. Minal Aidin Wal Faizin." Yang berarti iya sama-sama. Minal Aidin Wal Faizin.
Orang Pemalang memiliki logat bahasa berbeda sesuai Desa. Jika di Desa Banjardawa di rumah mertua lebih condong Jawa Alus dengan huruf O setiap katanya. Namun, di rumah saya di Kotanya justru sering menggunakan Jawa Ngoko dengan huruf A.
Seperti ucapan lebaran idul Fitri, di Banjardawa "Nyuwun Pangapuro" di Kota Pemalangnya menjadi "Njaluk ngapurane."
Jawaban yang dijabat tangan, di Banjardawa "Yo, podho-podho." Di Kotanya justru, "Ya, padha-padha."
Silaturahmi Keluarga akan menjadi ramai saat mereka sedang berbincang-bincang. Selalu saja ada perbedaan bahasa meskipun artinya sama. Entahlah saya sendiri masih bingung itu termasuk bahasa berbeda atau logat bicaranya yang berbeda. Namun, terdengar sangat menarik dan menghibur.
Selalu pecah dengan canda tawa mereka, dan disertai kalimat akhir. "Ye, rah." atau jawaban "Yo, Yo."