Lihat ke Halaman Asli

Chindogu, Budaya Inovasi ala Jepang

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernahkan anda memakan semangkuk mie ayam dengan menggunakan sebuah sumpit super canggih? Bukan sumpit biasa, tapi sepasang sumpit yang membuat mie ayam yang kita makan terasa tidak terlalu panas lagi. Bagaimana kira-kira kalau anda diberikan sepasang sumpit yang memiliki kipas angin kecil diatasnya sehingga anda tidak perlu meniup mie panas tersebut dengan mulut. Mungkin anda akan berpikir bahwa itu adalah penemuan hebat yang menyelesaikan masalah. Mungkin juga anda langsung sadar bahwa anda tidak membutuhkan alat aneh semacam itu.

[caption id="attachment_149275" align="aligncenter" width="230" caption="Sumpit dengan kipas angin, Bagaimana menurut anda?"][/caption]

Kenji Kawakami seorang penemu dan editor majalah di Jepang, menerbitkan sebuah buku berjudul  101 Unuseless Japanese Inventions: The Art of Chindōgu. Buku tersebut diterbitkan pertama kali pada 1995. Yang unik dari buku tersebut adalah walau berisi kumpulan penemuan baru yang diciptakan karena kebutuhan yang muncul sehari-hari, tapi benda-benda itu benar-benar dianggap “useless” alias "tidak berguna".

Coba perhatikan penemuan-penemuan dibawah ini: [caption id="attachment_149215" align="aligncenter" width="630" caption="Apakah anda akan menggunakan 1 atau beberapa penemuan di atas?"][/caption]

Penemuan-penemuan tersebut diatas bisa disebut sebagai Chindogu. Apa itu chindogu?

Chindogu berasal dari dari kata Chin (tidak biasa) dan Dogu (perkakas). Diluar predikat sebagai sekumpulan gadget “useless”, chindogu dianggap sukses sebagai antidot terhadap konsumerisme yang berusaha membuat hidup jadi semudah mungkin. Chindogu juga sukses membantu mengembangkan kreatifitas masyarakat jepang untuk  menciptakan  perkakas yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi sehari-hari.

Pertanyaan yang muncul kemudian adalah; kalau chindogu bisa menyelesaikan masalah, kenapa tidak pernah dianggap sebagai sebuah perkakas yang berguna? Berbagai jawaban dapat muncul dengan melihat perkakas-perkakas diatas.

“Orang tidak menganggap masalah yang diselesaikan oleh perkakas tersebut cukup besar”

“Menyelesaikan masalah kecil tetapi memunculkan masalah baru”

”Terlalu rumit untuk diimplementasikan”

“Terlihat aneh dan tidak wajar secara umum”

Kita semua mungkin tertawa melihat perkakas-perkakas yang diciptakan tersebut. Tetapi secara jujur, kita harus mengakui kalau beberapa perkakas yang dibuat benar-benar dapat menyelesaikan masalah. Payung dengan plastik yang melindungi ujung kepala sampai ke kaki, kelihatannya sangat rasional, bukan? Faktanya perkakas-perkakas dalam Chindogu tidak pernah dipatenkan atau dijual. Mereka dibuat dalam bentuk prototype untuk dicoba dan penciptanya secara sadar mengakui kalau perkakas yang dibuat useless dan pasti gagal jika dipasarkan.

[caption id="attachment_149279" align="aligncenter" width="230" caption="Siapa mau menyuruh kucing peliharaannya mengepel lantai?"][/caption]

Bagi sebuah organisasi bisnis, produk baru adalah hal mutlak. Inovasi selalu diperlukan untuk  memperbesar kapasitas bisnis. Masalahanya banyak produk baru yang sudah dikeluarkan dengan riset dan presentasi yang indah tidak menghasilkan kontribusi yang signifikan. Kenapa? Menjawabnya pasti tidak semudah mempertanyakannya. Banyak pembenaran bisa diberikan untuk sebuah kegagalan produk baru. Kita bisa menyalahkan implementasi yang menyebabkan barang cacat sampai hasil riset. Secara sadar kita harus akui bahwa apa yang kita anggap sebagai produk baru yang inovatif bisa saja dianggap sebagai produk konyol yang hadir dan ditertawakan oleh banyak orang.

Ada hal menarik yang bisa kita pelajari dari kehadiran Chindogu, terutama untuk mereka yang bersentuhan dengan dunia produk.  Dan sebelumnya ketahuilah fakta bahwa:

Jepang disebut sebagai “Motherland of invention” karena memiliki angka paten paling tinggi di dunia, 1.200 paten untuk tiap 1.000 orang penduduk. Lebih tingga dari Switzeland (5.000 patent untuk setiap 1.000 orang penduduk) dan Amerika (350 paten untuk tiap 1.000 orang penduduk).

Di Jepang banyak perkakas baru ditemukan setiap tahunnya dan sebagian besar pada akhirnya hanyalah bagian dari Chindogu. Tapi fakta yang lebih menarik adalah bahwa sebagian besar dari penemuan-penemuan tersebut bahkan tidak pernah dipatentkan atau dijual. Mengapa? Karena para penemu telah membuat prototype dan mencobanya di pasar. Sehingga ketika sebuah produk akan dilansir, prototype sudah disebar untuk mengumpulkan umpan balik dari target pasarnya. Kalau terdapat 1.200 patent untuk tiap 1.000 orang penduduk di Jepang. Bayangkan berapa banyak prototype yang mereka hasilkan. Chindogu adalah fenomena menarik. Ini mirip dengan catatan kegagalan seorang maestro.

Semakin banyak kegagalan yang bisa dibukukan, menggambarkan seberapa banyak usaha yang telah dilakukan untuk menemukan inovasi yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Dan orang Jepang bangga dengan kegagalan mereka.

Bagaimana dengan Indonesia? Berapa banyak penemuan untuk setiap 1.000 orang penduduk? Berapa banyak alternatif yang sudah dibuat? Kalau kita mempunyai mental ber-inovasi seperti masyarakat Jepang, mungkin di setiap kelurahan, kita bisa menemukan paling tidak 1 orang inovator dengan hak paten-nya masing-masing.

Penulis pernah berkarir dalam bidang brand management dan product development.

Sumber gambar:  101 Unuseless Japanese Inventions: The Art of Chindōgu, Kenji Kawakami

Data perbandingan jumlah paten terhadap jumlah penduduk, pernah dimuat di majalah internal Coffee Break.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline