Lihat ke Halaman Asli

'Demokrasi', Sepotong Roti Rasa Tai

Diperbarui: 1 Desember 2016   16:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi, satu kata yang menggelitik telinga kita beberapa waktu belakangan ini. Terutama saat kita melihat proses penyelenggaraan pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden tahun 2014 pada beberapa saat yang lalu. Betapa banyak hal seputar demokrasi yang tersaji dengan begitu pelik pada wilayah teknis dan sangat menguras tenaga serta pikiran kita. Sehingga kemudian muncul satu pertanyaan, benarkah demikian konsep demokrasi sesuai pemahaman teori yang ada, yang sampai detik ini selalu digaungkan dan seolah menjadi satu-satunya solusi untuk merangkul semua keberagaman pendapat tentang upaya mewujudkan suatu keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran rakyat sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa?

Sesungguhnya tak ada yang spesial tentang demokrasi. Hanya saja, bungkus yang disajikan atas istilah menu demokrasi tersebut sehingga membuat hampir 70 persen masyarakat awam kita sejenak termangu dan terheran-heran akan makna sesungguhnya dari kata itu.

Demokrasi hampir sering disajikan dengan istilah kekuasaan penuh atau kedaulatan yang berangkat dari kehendak rakyat. Akan tetapi, justru saya ingin tertawa ketika melihat realita saat ini akan makna sesungguhnya jika dibandingkan dengan wujud seutuhnya demokrasi yang terpampang bugil di depan mata kita.

Tapi, lagi-lagi inilah demokrasi. Kebebasan berpikir dan berpendapat atas apa yang ada dalam benak individu. Bahkan tak salah, ketika kebebasan berpikir dan berpendapat tersebut hari ini hanya bisa tertuang melalui lisan dan kehendak rakyat pada lapisan elit. Entah karena pin kekuasaan yang melekat di dada kiri mereka atau apa, sekali lagi entah tak tahu.

Ya, semoga ini hanya sebuah khayalan berpikir yang keliru. Karena tiba-tiba dan entah dari mana datangnya bisikan ini, seakan menyampaikan satu pesan, "Demokrasi itu ibarat tai di hadapan sepuluh orang. Empat dari sepuluh orang tersebut mengatakan bahwa itu benar sebuah tai. Lalu, lima orang yang lain mengatakan bahwa itu adalah sebuah roti. Dan seorang lagi, dengan jijik menggerakkan jemarinya menyentuh tai tersebut sambil mengatakan dengan sedikit ragu dan malu bahwa ini benar roti tapi rasa tai."

- Hadi Ahmad -

(Catatan Pileg dan Pilpres 2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline