Lihat ke Halaman Asli

Akna Mumtaz Ilmi

Mahasiswa semester 3

Islam yes, Partai Islam No: Menafsir Ulang Gagasan Nurcholish Madjid Tentang Keislaman dan Kebangsaan

Diperbarui: 26 Desember 2024   19:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: pinterest

Islam Yes, Partai Islam No adalah sebuah slogan yang dicetuskan oleh cendekiawan Muslim Indonesia Nurcholish Madjid dalam pidatonya di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, pada 1970. Slogan ini mengandung pesan yang mendalam terkait dengan hubungan antara agama dan politik di Indonesia, khususnya dalam konteks peran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nurcholish Madjid, atau yang akrab disapa Cak Nur, berusaha menegaskan bahwa Islam sebagai nilai dan ajaran universal harus menjadi pedoman moral yang menginspirasi kehidupan umat, bukan sekadar alat untuk kepentingan politik praktis.

Pada masa itu, Indonesia sedang menghadapi gejolak politik yang melibatkan banyak partai berbasis ideologi, termasuk partai-partai Islam. Kehadiran partai-partai Islam seringkali dianggap sebagai representasi tunggal umat Islam, sehingga menimbulkan dikotomi antara kelompok Islam dan nasionalis. Namun, bagi Cak Nur, keterlibatan agama dalam politik praktis sering kali mereduksi nilai-nilai luhur Islam menjadi sekadar alat untuk mencapai kekuasaan. Hal ini, menurutnya, berpotensi merusak citra Islam itu sendiri.

Slogan "Islam Yes, Partai Islam No" bukanlah bentuk penolakan terhadap Islam sebagai sistem nilai, melainkan kritik terhadap politisasi agama. Cak Nur menginginkan agar Islam hadir sebagai kekuatan moral dan spiritual yang mampu menyatukan seluruh elemen bangsa, tanpa terjebak dalam kepentingan kelompok tertentu. Ia percaya bahwa nilai-nilai Islam yang universal, seperti keadilan, kejujuran, dan kemanusiaan, dapat menjadi dasar yang kokoh untuk membangun peradaban yang maju dan inklusif.

Menurut Cak Nur, keberhasilan umat Islam tidak tergantung pada dominasi politik, tetapi pada kemampuan mereka untuk menginternalisasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ia menekankan pentingnya pembaruan pemikiran Islam (tajdid) agar relevan dengan tantangan zaman, tanpa kehilangan esensinya sebagai agama yang rahmatan lil alamin.

Gagasan Cak Nur tetap relevan hingga hari ini, terutama dalam konteks dinamika politik Indonesia yang sering diwarnai oleh eksploitasi sentimen keagamaan. Politisasi agama masih menjadi isu yang memecah belah masyarakat, baik dalam pemilu maupun dalam kehidupan sosial. Pendekatan Cak Nur mengingatkan kita bahwa agama seharusnya menjadi sumber inspirasi untuk mempersatukan, bukan memecah belah.

Gagasan ini juga relevan dalam mendorong umat Islam untuk lebih fokus pada penguatan kualitas pendidikan, ekonomi, dan kebudayaan sebagai bentuk kontribusi nyata dalam pembangunan bangsa. Dengan menempatkan nilai-nilai Islam sebagai pedoman moral, umat Islam dapat berperan aktif dalam menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadaban.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline