Dalam kehidupan mahasiswa, sering sekali di beri tugas yang cukup bervariasi. Ada yang berupa personal, kolektif, teori maupun aksi/praktik. Tak jarang tugas-tugas tersebut di berikan oleh beberapa dosen dalam waktu dan tenggat/deadline yang hampir bersamaan. Sehingga menuntut mahasiswa untuk lebih ekstra dalam menyalurkan tenaga, pikiran dan waktu untuk bisa menyelesaikannya. Ada yang sambil jaga warung, sambil nongkrong, atau bahkan sambil mancing. Akan tetapi, terkadang ada tugas yang menuntut untuk di kerjakan bersama dan harus keluar pada waktu malam hari, karena memang malam biasanya aktifitas mulai senggang.
Beberapa siswa ada yang mendapat kebijakan tidak boleh keluar pada malam hari, karena alasan klasik. "Malam malam itu berbahaya" Atau "alah paling cuma mau main sama temen doang, nggak ngerjain tugas" Dan lain sebagainya.
Memang benar, dalam beberapa kejadian, ada mahasiswa yang pamit ingin kerja kelompok atau kumpul/rapat, ternyata mereka malah cuma nongkrong sambil main gitar. Tapi, itu tidak semua. Ada beberapa mahasiswa (termasuk penulis) yang memang betul-betul mau mengerjakan tugas. Tapi kebijakan yang di terapkan oleh keluarga dinilai cukup otoriter. Padahal, itu baru tugas kelompok yang biasanya cukup 1-3 pertemuan bisa selesai. Tapi, bagaimana dengan, misalnya mahasiswa yang menanggung jabatan dalam organisasi, yang harus ikut bermacam macam rapat, kadang di selenggarakan malam hari sampai masa jabatannya berakhir?
Di lingkungan sistem sosial keluarga pada umumnya meliputi ayah, ibu, dan anak. Setiap komponen saling berkaitan dan ketergantungan. Misalnya, untuk mempertahankan sistem sosial di keluarga yang telah berjalan dengan baik, maka ketika meminta izin ke luar kota, anak tentu akan meminta izin terlebih dahulu kepada ayah dan ibunya.
Jika tidak izin, akan terjadi ketidakteraturan karena anak dianggap tidak mematuhi perintah di keluarganya yang mengharuskan untuk meminta izin sebelum pergi. Pada kesempatan ke luar kota berikutnya, anak akan melakukan hal yang sama, yakni meminta izin ke orang tuanya.
Sistem sosial di lingkungan sekolah terdiri dari kepala sekolah, guru, siswa, orang tua siswa, dan karyawan TU.
Untuk mencapai sistem sosial maka sekolah memberlakukan aturan-aturan seperti masuk jam 7 pagi, memakai sepatu, memakai seragam, dan sebagainya. Jika ada yang melanggar, maka akan ada sanksi yang didapatkan bagi pelanggar.
Maka dari sini penulis merasa perlu untuk mengurai problem ini dan menawarkan solusinya.
Emile Durkheim, salah satu pemikir sosiologi yang berasal dari prancis, menuturkan tentang teori fungsionalisme sosiologi. Disisi lainnya, fungsionalisme struktural yang familiar dengan penyebutan struktural fungsional terinspirasi dari adanya hasil pengaruh yang sangat kuat dari teori sistem sosial umum di mana pendekatan fungsionalisme yang diadopsi dari ilmu alam khususnya dalam kajian biologi, menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem. Oleh karena itulah secara singkat
struktural fungsional menjadi prinsip yang berkisar pada beberapa konsep, namun yang paling penting adalah konsep fungsi dan konsep struktur sosialnya. Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer. Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Menurut Durkheim, masyarakat terdiri dari bagian bagian yang satu dan lainnya saling membutuhkan karena memiliki fungsi yang berbeda untuk menciptakan kestabilan. Oleh karena itu, ketika ada satu bagian yang tidak berfungsi maka akan menyebabkan kerusakan sistem di masyarakat tersebut.
Setiap bagian yang membentuk sebuah masyarakat, entah itu peran nya kecil atau besar, sama sama memiliki peran yang penting untuk menjadikan sebuah komunitas sebagai suatu hal yang utuh dan bekerja dengan semestinya. Ketika ada bagian dari yang membentuk komunitas masyarakat tersebut hilang, maka bagian lainnya tidak akan bisa berfungsi normal.
Jadi, antara lingkup keluarga dan lingkup sekolah seharusnya saling bekerja sama dalam membentuk pribadi mahasiswa, memberi dukungan, bukannya saling mendominasi dan mempersulit urusan mahasiswa.
Ada beberapa alternatif yang bisa dijadikan solusi.
1. Menggunakan teknologi yang ada. Yakni mengganti pertemuan yang seharusnya dilaksanakan secara luring(tatap muka) menjadi daring(online).
2. Mengatur waktu pertemuan/kerja kelompok diwaktu selain malam hari.
3. Berdiskusi dengan orang tua bila memang benar-benar harus mengerjakannya dimalam hari dan di luar rumah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H