Pencapaian dan percepatan pembangunan transportasi dalam negeri dalam lima tahun terakhir ini patut diapresiasi. Pemerintah antara lain melalui Kementerian Perhubungan tidak saja berhasil memanifestasikan semangat yang terkandung di balik visi besar Nawa Cita yang digagas dan dielukan oleh Presiden Joko Widodo, tetapi juga berhasil meningkatkan peran transportasi sebagai penggerak aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Ratusan trayek berhasil dibangun, bandara-bandara baru megah berdiri di beberapa daerah, dan berbagai pengembangan transportasi lainnya baik darat, laut dan udara.
Kini, pembangunan transportasi yang begitu masif telah mengikis dinding sekat ketimpangan dan keterisolasian di daerah terluar, terdepan, tertingal, dan perbatasan. Konsep utama membangun Indonesia dari pinggiran, dan memperkuat daerah-daerah dan desa terus digaungkan. Gagasan dari "Jawa Sentris" menjadi "Indonesia Sentris" menjadi pijakan awal untuk terus mengembangkan transportasi terpadu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, tak terkecuali di sektor pariwisata.
Kita sepakat bahwa Pariwisata merupakan sektor yang paling efektif untuk mendongkrak devisa negeri. Potensi pariwisata di Indonesia telah menjadi primadona tak hanya bagi wisatawan domestik, tetapi juga bagi wisatawan asing. Maka hal penting bagi industri pariwisata Indonesia untuk terus mengoptimalkan dan meningkatkan kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB).
Target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sendiri di tahun 2019 telah mencapai 10,5 juta. Jumlah ini naik 2,67 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 10,58 juta kunjungan[i]. Besarnya potensi yang dimiliki di industri pariwisata membuat pemerintah yakin bahwa jumlah wisman yang ke Indonesia akan terus bertambah. Tak pelat, Pemerintah bahkan menargetkan peningkatan kunjungan jumlah wisman bisa mencapai 18,5 juta orang per tahun dengan target penerimaan devisa antara 19-21 Miliar US Dollar. Meningkatnya kedatangan wisman ke Indonesia ini diharapkan bisa meningkatkan memberikan stimulus terhadap pertumbuhan ekonomi[ii].
Berbagai upaya telah digencarkan pemerintah dalam memberikan stimulus pertumbuhan di sektor pariwisata. Di tahun lalu, pemerintah bahkan memperkenalkan 10 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) atau dikenal Bali Baru dalam pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia (IMF-WB) 2018. 10 Bali Baru tersebut adalah Danau Toba, Tanjung Kelayang, Tanjung Lesung, Pulau Seribu, Candi Borobudur, Mandalika, Gunung Bromo, Wakatobi, Labuan Bajo, hingga Morotai. Program pengembangan 10 destinasi setingkat Bali ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan jumlah wisatawan. Dari 10 destinasi tersebut, Pemerintah telah menetapkan lima dengan status super prioritas yakni Danau Toba di Sumatera Utara; Borobudur di Magelang, Jawa Tengah; Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat; Bunaken di Sulawesi; dan Bangka Belitung.
Tak heran, salah satu fokus kerja Pemerintah pada Kabinet Indonesia Maju 2019-2024 yaitu melakukan percepatan pembangunan infrastruktur untuk mewujudkan konektivitas yang menyambungkan daerah-daerah yang memiliki potensi pariwisata, khususnya di 5 (lima) destinasi pariwisata super prioritas. Pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, kereta api, pelabuhan, dan bandara dengan kawasan-kawasan produksi rakyat tak lepas menjadi fokus untuk terus digencarkan, termasuk mengintegrasikan kawasan industri kecil dengan kawasan ekonomi khusus,dan kawasan pariwisata.
Integrasi Transportasi Terpadu
Salah satu unsur strategis dalam aktivitas kepariwisataan adalah sektor transportasi. Tansportasi merupakan media wisatawan dalam membawa wisatawan dari daerah asal menuju destinasi wisata. Namun di sisi lain, kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan gugusan gunung membuat transportasi mengambil bagian penting dalam menghubungkan antar wilayah di Indonesia. Kemudahan akses bagi transportasi yang secara langsung akan turut mendorong penambahan pembukaan penginapan, tur wisata, dan pedagang usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Aktivitas kepariwisataan banyak bergantung pada transportasi dan komunikasi. Faktor jarak dan waktu sangat mempengaruhi keinginan orang untuk melakukan perjalanan wisata. Aksesibilitas pun menjadi fungsi utama dasar angkutan pariwisata. Keberadaan berbagai pilihan transportasi tentunya akan berkontribusi terhadap tingginya jumlah wistawan yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan pariwisata maju sangat pesat. Kemajuan fasilitas transportasi tentunya ikut mendorong kemajuan bidang kepariwisataan dan sebaliknya. Ekspansi dalam industri pariwisata ini dapat meningkatkan permintaan transportasi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Tambunan (2009) menyebutkan bahwa pemakaian angkutan untuk keperluan wisata jarang yang hanya menggunakan satu macam angkutan saja. Pemakaian angkutan hampir selalu merupakan kombinasi. Pemakaian angkutan banyak bergantung pada kondisi tempat atau daerah tujuan wisata. Oleh karena itu, integrasi transportasi terpaadu menjadi suatu keharusan dalam mendukung pariwisata.
Lebih lanjut, Tambunan (2009) menjelaskan bahwa hubungan antara pariwisata dan transportasi terutama sangat dipengaruhi oleh dua elemen yaitu kemudahan mengakses tujuan (convenient access), serta kualitas layanan transportasi yang harus memenuhi harapan pengguna seperti tingkat keamanan, kenyamanan, frekuensi, efisiensi dan keandalan. Transportasi umum akan menarik jika ada sarana dan prasarana transportasi yang lengkap dari asal ke tujuan, serta keleluasaan bagi wisatawan untuk memilih titik awal dan akhir perjalanan. Hal tersebut tentunya tetap mempertimbangkan waktu tempuh, biaya, akomodasi dan faktor lainnya.
***