Semakin majunya perkembangan zaman dan teknologi membawa perubahan pada pendidikan dimana tujuan pendidikan (sekarang) untuk mengoptimalkan potensi anak. Pendidikan berpusat pada anak atau dengan kata lain anaklah yang aktif dalam pembelajaran. Setelah anak aktif, diharapkan anak kritis, kreatif dan pada akhirnya menjadi problem solver baik ketika proses KBM maupun ketika telah terjun di masyarakat (tujuan pembelajaran salah satunya membentuk anak sebagai problem solver).
Kritis bukan hanya menjawab dengan secepat-cepatnya tanpa memperhatikan bobot/ kualitas jawaban tetapi siswa harus memahami permasalahan kemudian mengolahnya, disinkronkan dengan pengalaman yang dimilikisehingga tercipta kualitas pemecahan masalah yang baik dan dengan waktu yang relatif cepat tentunya (berfikir cepat dan tepat). Hubungan berfikir kritis dengan inovasi pembelajaran adalah guru menciptakan situasi pembelajaran yang mengeksplorasi kemampuan siswa, misalnya dengan model inkuiri. Anak yang kritis sudah bisa menuju tahap problem solver, namun kualitas yang tercapai belum optimal. Untuk mengoptimalkan kualitas problem solver dibutuhkan pula berfikir kreatif tidak hanya kritis.
Kreatif dapat diartikan orang yang mampu menciptakan sesuatu yang baru yang berbeda dari yang sebelumnya tetapi hal yang dihasilkan tidak aneh (masih dapat diterima oleh lingkungan). Berfikir kritis merupakan langkah awal menuju kreatif. Setelah anak mampu menentukan hal apa yang harus ditanggapi, ia akan mencoba mencari pemecahannya dengan berfikir yang kreatif. Anak yang kreatif sudah pasti kritis tetapi anak yang kritis belum tentu kreatif. Jadi kreatif lebih tinggi tingkatannya dibanding berfikir kritis. Untuk menjadikan anak berpikir kritis dan kreatif pembelajaran yang dilakukan bukan hanya memberikan pengetahuan dan kemampuan yang dibutuhkan tetapi juga diperlukan pengajaran sifat, sikap, nilai dan karakter yang menunjang anak untuk dapat berpikir kritis dan kreatif. Anak kreatif adalah anak yang dapat berpikir secara maju dan berbeda dari yang lainmengenai hal-hal yang terkadang anak seusianya belum terpikir demikian.Menjadikan anak kreatif dengan membiasakan anak untuk memcahkan masalah (belajar problem solving).
Problem solver merupakan tingkatan yang tinggi dalam pembelajaran karena problem solver memungkinkan siswa dapat berpikir secara kritis dan kreatif serta dibutuhkan pengetahuan yang luas dalam memecahkan masalah. Belajar pemecahan masalah adalah belajar untuk memperoleh ketrampilan memecahkan berbagi masalah secara logis dan rasionaldengan melibatkan proses mental dan intelektual sehingga masalah dapat dipecahkan secara tepat dan cermat. Tujuan dari belajar pemecahan masalah adalah untuk memperoleh kemampuan atau kecakapan kognitif guna memecahkan masalah secara tuntas.
Kriteria atau patokan peserta didik dapat dikatakan kritis, kreatif dan problem solver dapat dilihat melalui masalahnya. Bagaimana cara siswa memecahkan masalahnya, dengan waktu yang lama atau singkat, seberapa ketuntasan pemecahan masalahnya dan seberapa tepat (benar) jawaban yang diungkapkan siswa. Setelah itu bandingkan anak yang satu dengan yang lainnya, dalam hal ini guru menggunakan skala kelas yang bisa ditentukan guru secara pribadi. Artinya skala yang digunakan di kelas A dapat berbeda dengan kelas B. Siswa yang mencapai tingkatan tinggidari beberapa patokan di atas dapat dikatakan siswa yang kritis, kreatif dan problem solver.
Jadi dapat disimpulkan untuk menjadikan problem solver dibutuhkan berfikir kritis dan kreatif. Urutan atau tingakatan ketiganya yaitu berfikir kritis menuju kreatif, dan pada puncaknya berfikir memecahkan masalah (problem solver).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H