Lihat ke Halaman Asli

Lagi, Indonesia Antiklimaks

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1331308398151135197

[caption id="attachment_167511" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi: Indonesia (http://benniindo.blogspot.com)"][/caption]

Kesuksesan “Garuda Muda” menjajaki partai final Piala Sultan Hassanal Bolkiah malam ini (9/03) harus selesai dengan kekalahan. Bukti bahwa Indonesia sudah berada di level bagus persepakbolaan regional tentu patut disandangankan kepada pasukan Garuda Muda yang dengan gagah mengalahkan lawan-lawan mereka sebelumnya dan berhasil berada di partai puncak. Meski harus mengakui keunggulan lawan di final, tentu pasukan muda layak di hormati sebagai bukti bahwa mereka telah memberikan yang terbaik untuk negaranya.

Piala Sultan Hassanal Bolkiah memang bukanlah turnamen kelas wahid. Tapi demi mengejar prestise, Indonesia telah menujukkan pertarungan yang berkelas dan sudah sepatutnya kita sebagai penonton memberikan apresiasi untuk mereka. Tidak perlu berdebat soal apapun hal ini. Apalagi harus menggiring kita ke pemikiran bahwa Indonesia Junior ini pun tekesan sudah jadi alat politik. Tidak bisa begitu. Kalah dalam sepak bola itu hal yang biasa. Tapi bagaimana bisa bangkit setelahnya yang harus diperhatikan. Garuda muda sudah menyelesaikan turnamen ini dengan bagus. Finish di urutan kedua juga bukan sesuatu yang buruk sekali. Paling tidak kita bisa menjadi spesialis runner-up dalam beberapa tahun ini. Indonesia, dengan tim senior di Piala AFF 2011 dan U-23 di SEA Games 2011, juga pernah kalah di partai puncak. Dalam turnamen yang berbeda itu Indonesia kalah melawan tim dari Negara yang sama, Malaysia. Kita kembali harus menelan pil pahit. Ya, begitulah kirannya. Dalam laga yang dihelat di Hassanal Bolkiah National Stadiun, kita menyaksikan sendiri bagaimana Indonesia memegang kendali penuh permainan di babak pertama. Walau demikian, beberapa peluang urung menjadi goal. Ini disebabkan karena permainan pemain bawah Brunei sangat disiplin dalam menjaga lini pertahanan mereka. Memasuki babak kedua, sebenarnya Indonesia masih cukup mendominasi permainan. Terlihat bagaimana kepungan pemain-pemain Indonesia dan berhasil mematahkan serangan yang dibangun oleh Brunei di lini tengah lapangan. Tapi, Brunei yang semenjak babak pertama cenderung memainkan bola-bola panjangan bisa mencuri keunggulan lewat sontekan Muhammad Aminuddin yang berhasil memanfaatkan umpan crossing dari rekannya yang gagal dihalau oleh Samsul Arifin. Setelah ketinggalan satu gol, Indonesia terus berusaha membongkar pertahanan Brunei yang sangat solid. Mereka benar-benar menyuguhkan permainan yang super devensif. Bola yang berada di kaki pemain bertahan langsung di arahkan jauh ke depan. Adi Bin Said yang berdiri bebas memanfaatkan satu peluang. Tanpa hambatan apapun setelah pemain bertahan Indonesia terjatuh, Adi Bin Said melesakkan bola dengan cukup akurat di sisi kiri gawang yang dikawal Aji Saka. Ketinggalan dua gol tidak menyulutkan nyali permainan Garuda Muda. Indonesia terus mendominasi permainan. Namun, sayang rapatnya lini pertahanan Brunei membuat Indonesia kewalahan dan gagal membalikkan keadaan. Kekalahanpun menjadi final yang antiklimaks bagi Indonesia. Ya, ini ibaratnya sebuah final yang antiklimaks. Sama halnya dengan timnas senior dan U-23 yang selalu menang meyakinkan di semifinal. Lantas kalah di partai puncak! Brunei sendiri mererasa cukup bangga atas prestasi ini. Bagi mereka, piala ini adalah yang pertama bagi mereka setelah disanksi oleh FIFA pada 2008 karena intervensi pemerintah pada federasi sepak bola Brunei Darussalam. Tapi bagi kita, ya, ini adalah partai final yang kesekian kalinya kita capai tapi selalu gagal merai trofi di turnamen yang kita ikuti. Andik pun Gagal Jadi "Top Scorer" Bermain ngotot sepanjang pertandingan, namun tak bisa menghasilkan satu gol pun untuk negaranya, membuat Andik hanya menjadi runner-up pencetak gol di turnamen ini ditemani oleh Adi bin Said dengan sama mengoleksi lima gol. Sementara penyerang Myanmar, Kyaw Zayar Win, menjadi top score dengan koleksi enam gol. Meski Myanmar sudah tersingkir di semifinal. Well, apapun itu, Indonesia harus bangkit. Setelah kembali ke Indonesia, tentu yang harus dilakukan adalah berbenah dan mempersiapkan diri untuk event yang lainnya. Jangan sampai kalah lagi! Jangan buat rakyat Indonesia kehilangan kepercayaan terhadap tim kesayanganya. Kalau masih kalah, ganti saja dengan tim Si Madun dengan tendangan macan mengamuknya itu! [Akmal M Roem] Banda Aceh, 2012




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline