Terorisme masih menjadi persoalan yang serius bagi Indonesia. Memang sepanjang 2021 ini, kasus terorisme di Indonesia relative melandai tidak seperti tahun sebelumnya.
Namun, penyebaran bibit terorisme di negeri ini masih terus berjalan hingga saat ini. Sepanjang 2021, masih banyak sekali penyebaran bibit kebencian yang bisa menjadi cikal bakal tumbuhnya bibit radikalisme di Indonesia. Jika kita tidak waspada dan mengantisipasi, bibit kebencian tersebut bisa membesar menjadi tindak pidana terorisme.
Baru-baru ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan telah terjadi peningkatan jumlah tersangka kasus terorisme di sepanjang 2021 kemarin. Total jumlah yang ditangkap mencapai 370 tersangka. Angka ini meningkat 138 orang atau 42,27 persen jika dibandingkan pada tahun 2020.
Dari sisi jumlah aksi teror, pada 2020 mencapai 13 aksi teror dan di tahun 2021 menurun 6 aksi teror. Para pelaku berhasil ditangkap sebelum melakukan aksi teror, atau sudah mempunyai alat bukti yang cukup terlibat dalam tindak pidana terorisme.
Terkait penangkapa pelaku terorisme memang menjadi tugas aparat kepolisian. Namun untuk mencegah masyarakat terpapar bibit terorisme, menjadi tugas kita bersama.
Untuk itulah, di tahun 2022 ini, kewaspadaan tetap harus ditingkatkan. Namun literasi dan pemahaman kebangsaan serta keagamaan juga harus terus diperkuat. Hal ini penting agar kita tidak mudah terpengaruh oleh pemahaman yang menyesatkan di media sosial.
Seperti kita tahu, penyebaran radikalisme di media sosial masih begitu masif di Indonesia. Dari hari ke hari terus bertambah. Dari tahun ke tahun terus bergerak menyesuaikan perkembangan zaman. Tidak sedikit dari penyebaran bibit kebencian ini, memicu terjadinya konflik di tengah masyarakat. Tidak sedikit dari penyebaran propaganda radikalisme ini, membuat sebagian generasi mudah terprovokasi masuk ke jaringan radikalisme dan terorisme.
Di sepanjang 2021 kemarin, sempat terjadi aksi lone wolf, yang bergerak sendirian. Aksi ini dilakukan oleh ZA, dengan cara masuk ke Mabes Polri dan sempat melakukan upaya penembakan. Petugas akhirnya melumpuhkan tersangka. Dan ternyata, ZA beraksi sendirian, tidak tergabung dalam jaringan teroris.
Dia terkontaminasi oleh propaganda radikalisme di media sosial. Dia belajar agama tidak secara utuh dan tidak melihat konteksnya. Akibatnya pemahaman yang didapatkan pun juga tidak utuh dan obyektif.
Di sepanjang 2021 kemarin, aksi intoleransi juga masih terjadi. Seperti kita tahu, intoleransi juga merupakan bagian dari bibit radikalisme. Sementara radikalisme merupakan bibit dari terorisme itu sendiri. Membekali diri dengan ilmu pengetahuan penting untuk terus dilakukan di 2022 ini.