Lihat ke Halaman Asli

Akmal Husaini

suka menjaga kebersihan

Bibit Kekerasan Tak Perlu Dijadikan Viral

Diperbarui: 25 Juni 2019   08:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jangan Diam - jalandamai.org

Istilah viral dalam media sosial sudah menjadi viral bagi kalangan netizen. Segala sesuatu yang sifatnya menarik, kontroversial dan menyedot perhatian publik, langsung membuat semua orang untuk tertarik melihat atau membaca informasi tersebut setelah diunggah di media sosial. Bahkan, dalam pesan berantai terkadang ada ajakan untuk memviralkan sebuah informasi, agar bisa menjadi perhatian publik. Ketika menjadi perhatian publik, informasi tersebut tentu akan menjadi perhatian para pemangku kebijakan.

Dalam perkembangannya viral ini bisa bersifat positif atau negative. Jika seseorang membuat viral sebuah informasi untuk mengetuk hati pejabat pemerintah karena pembangunan infrastruktur tidak merata, mungkin hal itu sangat positif. Sebuah foto yang menggambarkan beberapa anak berseragam SD yang melintas di jembatan yang nyaris putus misalnya, bisa menjadi viral jika semua orang terus menyebarkan di media sosial. Viral inilah yang kemudian bisa mengetuk pejabat daerah untuk membangun infrastruktur jembatan.

Namun, yang mengerikan adalah viral yang bersifat negative. Ujaran kebencian, hoaks, ataupun aksi persekusi yang dilakukan oleh sekelompok orang kepada minoritas, aksi terorisme, yang sengaja direkam dan disebarluaskan di media sosial. 

Masyararakat yang tingkat literasinya masih rendah, akan mudah terpancing untuk melihat atau membaca informasi yang dimaksud. Nah, ketika kemudian disertai provokasi tentu hal ini akan sangat memberikan dampak yang mengerikan.

Setidaknya ada sekitar 40 persen populasi manusia di dunia ini merupakan pengguna media sosial. Berdasarkan beberapa survey, rata-rata masyarakat saat ini menghabiskan waktu setidaknya 2 jam dalam sehari untuk berinteraksi di media sosial. Interaksi yang dimaksud umumnya berupa menuliskan status, mengunggah gambar, video, tulisan, ataupun memberikan komentar dan lain sebagainya. 

Nah, jika 40 persen masyarakat dunia ini terprovokasi bibit kekerasan ataupun propaganda radikalisme yang sering dilakukan oleh kelompok radikal, hasilnya tentu virus radikalisme dan intoleransi akan semakin menyebar. Apalagi jika pihak-pihak yang tak bertanggung jawab itu, terus menyebarkan dan membuat viral bibit kekerasan dan kebencian itu.

Pada titik inilah, perlunya kesadaran bersama. Perlunya kesadaran untuk tetap menjaga toleransi, menjaga kerukunan dan persaudaraan antar sesama. 

Secara psikologis, informasi yang mengandung bibit kebencian dan kekerasan yang disebarkan secara terus menerus akan masuk ke dalam alam bawah sadar kita. 

Apalagi jika dibumbui ayat-ayat suci, diucapkan oleh tokoh yang dikagumi, logika seseorang akan hilang dan langsung menilai informasi tersebut sebagai sebuah kebenaran. Padahal, belum tentuk informasi tersebut sebuah kebenaran. Banyak contoh yang bisa kita jadikan pembelajaran bersama.

Mari kita berkomitmen untuk menjunjung tinggi kemanusiaan dan perdamaian sejak dari dalam pikiran. Mari implementasikan perdamaian sejak dari dunia maya, lalu sebarkanlah dalam dunia nyata. Karena dunia maya di era sekarang ini mempunyai pengaruh yang cukup kuat dalam kehidupan di dunia nyata. 

Stop penyebaran ujaran kebencian di dunia maya sejak dari sekarang. Jangan lagi ada caci maki terkait hal apapun. Mari hidup saling berdampingan dalam keragaman budaya Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline