Lihat ke Halaman Asli

Menjaga Kepedulian di Tengah Tekanan Hidup

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13562382771958460327

Saya masih ingat sebuah kata bijak yang tak pernah hilang dari ingatanku “ kehidupan yang  bermakna adalah hidup untuk melayani orang lain”. Kata indah dan bijak, yang merupakan jalan hidup para nabi dan para bijak sepanjang masa, yang mengabdikan kehidupan mereka untuk orang lain, tentu kita akan tersontak dengan kenyataan tersebut, bahwa ada manusia yang pernah hadir dibumi mendermakan diri untuk kehidupan di sekitar mereka, ia adalah kisah heroik, yang selalu terpatri dalam sejarah kemanusiaan dan akan tetap dikenang sepanjang masa.

Dalam sejarah orang-orang besar yang pernah hidup, kepedulian adalah semangat hidup, sekaligus memotivasi mereka untuk tetap bertahan dalam tekanan dan getirnya kehidupan yang mereka jalani, ada kekuatan yang tersembunyi yang membuat mereka bertahan, sehingga bisa menularkan pada orang lain disekitarnya, tentunya bukan materi yang mendorong para bijak tersebut untuk bersikap dan bertindak demikian, tetapi mereka menjadikan pengabdian pada sesama sebagai jalan hidup mereka, ada keyakinan untuk menumbuhkan sikap dan prilaku mereka, mereka termotivasi oleh nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan, yang merupakan kebahagian tersendiri bagi mereka.

Kita mungkin akan merasa aneh dengan sikap dan prilaku seperti itu sekarang, dimana nilai individualitas dan egolah yang mengendalikan sebagian besar individu untuk bertindak dan berbuat, yang ada hanya ego, persaingan dan mengorbankan satu sama lain, untuk berebut jatah dan sumber kuasa, ia bias dalam bentuk harta, jabatan, kedudukan dan status sosial. Kepedulian dan kepekaan hanya bagian terkecil dari sikap individu modern, yang hanya sering dianggap sebagai penghambat dan penghalang untuk meraih sukses.

Tapi bagaimana dengan sebagaian dari kita yang berusaha untuk tetap peduli dan menanam kepekaan sosialnya ditengah kehidupan yang semakin keras, penuh intrik ini, kita mungkin akan dianggap sebagai orang yang sok peduli, dan mungkin juga sebagian yang lain akan mencemooh sebagai tindakan yang tak berguna, dan sebagian yang lain mengatakan  mendingan urus saja diri yang payah itu, dari pada peduli dengan kehidupan orang lain. Apa jadinya jika sikap individualitas dan sikap acuh telah merasuki sebagian dari kita, apa jadinya jika pemerintah sudah mulai acuh dengan rakyatnya,, akan menjadi bahaya yang selalu mengintai kita, karena tak ada lagi sikap kritis kita dalam melihat hal-hal yang terjadi di sekita kita, karena tanpa kepedulian dan kepekaan, tak akan muncul sikap kritis dan kecendrungan untuk memperbaiki diri, dan itu juga merupakan celah yang lebar untuk di masuki dan susupi oleh orang-orang yang memang punya keinginan untuk memecah belah, dan dengan leluasa menebar fitnah dan provokasi.

Kita mestinya takut dan waspada akan munculya sikap-sikap individualistis dan cuek (acuh) dalam lingkungan kita, ia adalah salah satu biang kerok kerusakan dan anarkisme, akan menimbulkan berbagai penyakit sosial dan kerusakan moral,  tanpa sikap peduli dan sikap kritis, maka akan membuat masyarakat kita masuk dalam jurang dogma yang menghambat pikiran dan prilaku mereka, menerima tanpa sikap kritis, tentunya bukan itu yang di harapkan. Karena masyarakat yang maju adalah kumpulan individu yang terbuka dalam banyak hal, tetapi selektif dan kritis dalam menilai dan menerimanya, dan itu tak akan muncul jika kepekaan dan rasa peduli tidak di  hadirkan pada diri dan masyarakat kita.

Saya juga memuatnya disini,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline