Lihat ke Halaman Asli

Filsafat Stoik: Cara Mengelola Emosi dan Stress dalam Kehidupan Sehari-hari

Diperbarui: 16 Agustus 2024   22:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di tengah kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tekanan, filsafat Stoik, yang lahir lebih dari dua ribu tahun lalu, menawarkan perspektif yang tak lekang oleh waktu untuk menghadapi emosi dan stres. Namun, pendekatan Stoik bukanlah sekadar teknik untuk "tetap tenang". Ini adalah cara hidup yang menggabungkan refleksi mendalam, kesadaran akan ketidakpastian, dan penerimaan yang berani terhadap kenyataan.

Stoikisme mendasarkan banyak ajarannya pada apa yang dikenal sebagai "Dikotomi Kendali." Menurut para filsuf Stoik seperti Epiktetos, terdapat dua kategori hal dalam hidup: yang berada di bawah kendali kita (pikiran, tindakan, respons kita) dan yang tidak (peristiwa luar, pendapat orang lain, hasil dari usaha kita). Memahami dan menerima batasan ini adalah kunci dalam mengelola stres. Pendekatan ini menegaskan bahwa sumber stres sering kali muncul dari keinginan untuk mengendalikan hal-hal yang berada di luar kendali kita, sebuah praktik yang menuntut individu untuk terus-menerus mengevaluasi motivasi, tindakan, dan reaksi emosional mereka. Virtue Ethics, atau etika kebajikan, adalah landasan dari pendekatan ini. Kebajikan-kebajikan Stoik seperti kebijaksanaan, keberanian, keadilan, dan pengendalian diri menjadi pilar dalam menavigasi kehidupan yang penuh tantangan.

Stoikisme menawarkan meditasi pada mortalitas sebagai alat untuk mendorong hidup dalam kesadaran penuh. "Memento mori" atau ingatlah bahwa Anda akan mati, bukanlah sebuah fatalisme, tetapi pengingat untuk hidup dengan tujuan yang lebih jelas dan lebih mendalam. Ini membantu dalam menghadapi stres dengan cara meredefinisi urgensi dan pentingnya setiap momen.

Mengelola Emosi dan Stres: Aplikasi Stoikisme dalam Kehidupan Modern

Pendekatan Stoik terhadap emosi tidak mengharuskan kita untuk menekan perasaan, tetapi untuk memahami dan memaknainya ulang. Ini adalah proses pengendalian narasi internal, di mana peristiwa yang awalnya dilihat sebagai negatif dapat diinterpretasikan ulang sebagai peluang untuk belajar dan berkembang. Sebagai contoh, alih-alih melihat kegagalan sebagai sesuatu yang merugikan, Stoikisme mendorong kita untuk melihatnya sebagai kesempatan untuk belajar dan melatih kebajikan.

Salah satu latihan penting dalam Stoikisme adalah premeditatio malorum---praktik mental untuk mengantisipasi potensi kesulitan. Dengan membayangkan skenario terburuk, individu tidak hanya mempersiapkan diri secara emosional tetapi juga mengurangi ketakutan akan hal yang tidak diketahui. Teknik ini dapat digunakan dalam konteks modern, misalnya saat menghadapi tekanan di tempat kerja, dengan membayangkan tantangan yang mungkin muncul dan merencanakan respons yang tepat.

Selain premeditatio malorum, Stoikisme juga mengajarkan negative visualization, yaitu membayangkan kehilangan hal-hal yang berharga dalam hidup. Ini bukan untuk memicu ketakutan, melainkan untuk memupuk rasa syukur dan menghargai apa yang kita miliki. Dalam menghadapi stres, praktik ini dapat membantu mengurangi kecemasan dengan menggeser fokus kita dari kekurangan ke kelimpahan yang sudah ada.

Konsep Stoik tentang apatheia berbeda dari apatis dalam pengertian modern. Ini bukan ketiadaan emosi, melainkan kondisi di mana individu mencapai keteguhan hati yang tak tergoyahkan. Emosi seperti kemarahan, ketakutan, dan kegelisahan tidak dihilangkan, tetapi diatur sehingga tidak menguasai pikiran. Dalam kehidupan sehari-hari, apatheia dapat dicapai melalui latihan kesadaran dan disiplin mental yang konsisten, memungkinkan kita untuk merespons stres dengan ketenangan dan kejernihan pikiran.

Di era digital, salah satu tantangan terbesar adalah distraksi yang terus-menerus. Stoikisme mengajarkan pentingnya fokus dan kontrol diri, yang relevan dalam menghadapi godaan media sosial, berita yang memicu kecemasan, dan informasi yang berlebihan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Stoik, kita dapat membangun kebiasaan digital yang lebih sehat dan mengurangi stres yang disebabkan oleh over-stimulasi.

Filsafat Stoik bukan hanya warisan kuno; ini adalah alat yang sangat relevan untuk mengelola emosi dan stres dalam dunia modern. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip Stoik seperti dikotomi kendali, refleksi diri, dan keteguhan hati, kita dapat menghadapi tekanan hidup dengan cara yang lebih bijaksana dan berkelanjutan. Stoikisme menawarkan lebih dari sekadar ketenangan; ini adalah panduan untuk menjalani kehidupan dengan kejelasan, integritas, dan penghargaan yang lebih dalam terhadap momen-momen yang membentuk keberadaan kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline