Lihat ke Halaman Asli

Mudzakkir Abidin

Seorang guru yang suka menulis

Kisah Pertentangan antara Manja dengan Mimpi Besar

Diperbarui: 12 September 2022   05:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Spidi, sebuah sekolah Islam putri berasrama yang bergengsi nan elit terletak di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Sebuah sekolah yang menjelma menjadi rujukan pendidikan Islam dan umum bagi anak-anak putri yang datang dari berbagai penjuru Indonesia khususnya bagian timur beberapa tahun terakhir ini.

Di sekolah ini tercatat banyak cerita cinta, kesungguhan, dan pengorbanan. Kisah-kisah pertentangan antara kemanjaan dan mimpi besar. Kisah-kisah yang menginspirasi para pejuang ilmu dan iman.

*********

Gadis ayu kelas sembilan bahasa itu berdiri mengintip lewat jendela asrama. Hujan deras turun membasahi kaca jendela. Sebuah kenangan yang sudah ia kubur dalam-dalam mengendap naik ke permukaan memorinya. Kenangan dua tahun lebih yang silam, awal ia menjejakkan kaki di Sekolah ini.

Bulir-bulir air matanya tak pernah henti mengaliri pipinya yang merah merona. Ini hari pertama ia harus menerima kenyataan untuk berpisah dengan keluarga tercinta.

Ibu, ayah, dan dua adiknya yang mengantarnya lepas sudah dari pandangan matanya. Terlihat bagian belakang mobil Alphard hitam yang mereka tumpangi bergerak maju menjauhi dirinya yang berdiri mematung seakan tak percaya.

Namanya Anisa Nailatul Izzah Aras. Tapi teman-teman di sekolah memanggilnya Tita. Nama singkat sebagai tanda keakraban. Wajahnya bulat. Cantik dan manis berpadu memancarkan pesona. Serupa purnama. Siapa pun melihatnya akan berdesir kagum pada kecantikannya.

Tita tipikal anak yang manja. Ayahnya seorang berpangkat. Kakeknya malah seorang bupati sejak Tita masih kelas satu SD sampai sekarang. Semuanya serba ada. Bahkan serba mewah. Tita dimanjakan oleh orang tua apalagi sang kakek. Apa pun keinginannya pasti dikabulkan. Pantas saja jika Tita tumbuh besar dengan sifat manjanya.

Hari-hari silih berganti, namun perasaanya tetap sama. Sedih. Rindu. Seminggu, dua Minggu, hingga sebulan lamanya merasakan penderitaan batin dan fisik. Tak berselera makan, tidur tak nyenyak, dan belajar pun tak semangat. Tak ada yang salah dengan makanan di math'am (ruang makan). Kasurnya empuk. Kamarnya di asrama ber-AC. Ruang kelasnya Ber-AC pula. Fasilitas sekolahnya sangat mewah. Ada ummi-ummi selalu menemani dan menghiburnya. Teman-temannya juga baik. Tak bisa ia mungkiri.

Tapi kebebasannya terbelenggu. Tak ada lagi gadget iPhone teranyar di tangannya yang biasa ia  maini hampir tiap waktu. Tak ada lagi jalan-jalan nyaris setiap hari ke mall.

Kehilangan pelukan hangat ibu setiap malam sebelum ia tidur. Ciuman manja ayah di keningnya saat berangkat ke sekolah. Juga gangguan kecil dua adiknya lagi di rumah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline