Lihat ke Halaman Asli

Mudzakkir Abidin

Seorang guru yang suka menulis

Ayo ke Spidi

Diperbarui: 5 Februari 2022   04:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makassar. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Andreawan Tarigan

Spidi , Antara Apa yang Saya Dengar dan Rasakan Sendiri
_________________________________________________

Tahun 2011 bisa dianggap sebagai titik awal reformasi modernisme pendidikan putri di Pesantren Darul Istiqamah Pusat. Pasalnya, sekolah putri yang awalnya bernama Arafah Boarding School (ABS) bertransformasi nama menjadi Sekolah Putri Darul Istiqamah (Spidi). Merubah haluan kiblat dari Depag ke Diknas. Dari MTs dan MA menjadi SMP dan SMA. Kurikulum pesantren tradisional (salafiyah) berubah menjadi lebih modern (khalafiyah).

Wajah-wajah baru dalam staf manajemen dan pengajar berdatangan. Rata-rata berasal dari luar pesantren Darul Istiqamah. Ini tuntutan penyegaran dan penyesuaian visi pembaharuan manajemen dan mutu pendidikan.

Selain itu, segmen pasarnya mulai membidik peserta didik dari kalangan menengah ke atas dengan menaikkan pembayaran masuk dan bulanan. Alasan utamanya, pesantren harus punya marwah yang tinggi agar tak lagi dipandang sebelah mata.

Alasan lainnya adalah secara logis jika sekolah menerima banyak peserta didik dari kalangan anak pejabat, pengusaha, dan orang-orang berpengaruh lainnya, artinya peluang untuk memperbaiki umat jauh lebih besar sebab di tangan mereka peluang itu lebih terbuka.

Peningkatan pelayanan dan pengembangan  fasilitas dan sarana kampus adalah sebuah keniscayaan untuk menarik minat dan perhatian calon user. Renovasi besar-besaran dilakukan. Gedung yang dulunya tak ada yang bertingkat, kini sudah berlantai tingkat. Fasilitas kelas bertambah banyak. Masjid kampus diperbesar dan diperindah. Gazebo tersebar di mana-mana. Dan yang paling fenomenal adalah pembangunan fasilitas kolam renang khusus putri, Marmara. Semua mengusung konsep go green campus.

Jika Anda berkunjung ke kampus Spidi sekarang, Anda mungkin bisa menikmati hijaunya pemandangan di sini. Suasana kampus yang begitu natural. Makanya saat sebelum pandemi, tak sedikit orang tua memilih berlibur akhir pekan di sini sambil menjenguk anak mereka.

Namun pengembangan mutu kualitas pendidikan tentunya tetap jauh lebih diutamakan. Kini mengusung tag line "smart and shalihah". Sebuah rumah pendidikan yang dirancang mengeluarkan wanita cerdas nan shalihah yang diharapkan dari rahim mereka kelak lahir peradaban bangsa dan umat yang baik.

Saya teringat dalam sebuah bincang santai saya dengan Ibu Mukhlisah Arif, Direktur Eksekutif Spidi selepas makan siang dalam apartemen milik anak beliau di Turki, saya menyampaikan pertanyaan banyak orang: "katanya Spidi ingin melahirkan ibu-ibu yang shalihah yang bisa merawat dan mendidik anak, tapi kok anak Spidi tidak dilatih mandiri? Mengapa mereka tidak cuci baju sendiri? Tidak menyapu sendiri? Tidak memasak sendiri?"

"Mereka di rumah memang tidak mengerjakan itu semua. Kamu tahu, kan, dari kalangan mana mereka berasal?" Beliau menjawab dengan balik menanyaiku.
Saya mengangguk tersenyum.

"Jadi diprediksi kelak mereka akan dinikahi oleh laki-laki yang mampu secara materi. Yang mampu menyediakan asisten rumah tangga buat mereka. Jadi energi mereka tidak lagi terkuras pada urusan memasak atau mencuci. Tapi bagaimana mereka bisa fokus mendidik anak mereka dengan baik. Bayangkan jika mereka bersuamikan pejabat. Insya Allah mereka yang pertama kali menasihati suami jika melakukan kesalahan. Itu yang kita inginkan. Jadi jangan bawa mindset kita ke mereka." Jawab beliau lagi yang kalimat terakhirnya cukup menohok saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline