Lihat ke Halaman Asli

Mudzakkir Abidin

Seorang guru yang suka menulis

Sekelumit Cerita Ringan dari Kaki Gunung Lompo Battang

Diperbarui: 17 Agustus 2021   08:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sekelumit Cerita Dari Kaki Gunung Lompobattang.

Ujian penerimaan santri Wadizzuhur di ponpes Darul Istiqamah cabang Bulukumba selesai menjelang tengah malam.

Ini adalah rangkaian ujian terakhir yang kami adakan setelah yang lain di di beberapa daerah di kabupaten Sinjai, yakni Lappae, Puce'e, dan Bongki.

Kami harus meninggalkan kota Bulukumba saat itu juga.
Di google Map, perjalanan pulang menempuh sekitar empat jam.

Melewati kota Bantaeng, naik ke Loka, lalu Bontolojong, Jeneponto, lalu Cikoro, perbatasan Jeneponto Gowa.

Kami sampai di Malakaji lewat tengah malam. Perjalanan untuk sampai ke Wadizzuhur masih tersisa sekitar dua jam lagi.

Menyusuri jalan poros Malakaji- Sapaya di belantara kaki gunung Lompobattang yang sangat sepi nan menyeramkan apalagi di tengah malam.

Bahan bakar mobil nyaris habis. Beberapa rumah penjual BBM eceran kami singgahi, namun tak ada yang buka.

Meski pintu diketuk lama bersahutan dengan suara salam beberapa kali. Tak ada jawaban apalagi pintu terbuka.

Penghuni rumah mungkin lelap dalam mimpi. Atau tak mau membuka pintu, khawatir akan terjadi hal yang tak diinginkan.

Siapa pun tak berani mengambil resiko membuka pintu rumah jam dua dini hari oleh suara asing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline