Lihat ke Halaman Asli

Kiat Memahami Metafora dan Simile dalam Puisi

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Tulisan ini disusun berdasarkan keberhasilan pembelajaran gaya bahasa yang dilakukan penulis, khususnya metafora dan simile. Pembelajaran yang dimaksud didesain dan dilaksanakan dalam bentuk penelitian tindakan kelas. Hal itu dilakukan karena pada pembelajaran pemahaman puisi, pada kenyataannya siswa selalu menemuikesulitan dalam memahami kata-kata kias, baik yang berupa lambang maupun ungkapan, yang digunakan penyair dalam puisi.Padahal, tanpa dapat memahami itu tidak mungkin totalitas makna puisi dapat dipahami dengan benar. Bahkan, pemahaman puisi melalui teknik parafrase pun sulit dilakukan dengan baik tanpa mampu menghadirkan kembali kandungan makna lugas dari ungkapan maupun lambang yang digunakan penyair dalam puisi.

Penyair menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi yang khas dalam puisi. Mereka menyatakan sesuatu dengan cara dan gayanya sendiri. Dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa secara khas ini, Teeuw (1984:70-72) mengemukakan bahwa penyair sering memakai bahasa yang aneh, gelap, bahkan menyimpang dari pemakaianbahasa yang wajar dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa puisi bersifat multidimesnsional, memiliki daya hidup, keindahan dan kedalaman makna yang dikandungnya sangat misterius. Itu semua hanya dapat diteropong jika pembaca puisi tidak saja memiliki kompetensi linguistik, sosial, budaya, tetapi juga memiliki kepekaan feeling yang tajam dan terlatih. Tuntutan tersebut, tentu akan menjadi kendala tersendiri bagi siswa sebagai pembaca pemula. Dalam keadaan seperti ini, guru yang kreatiftidak akan tinggal diam. Ia akan mencari kiat-kiat khusus yang dapat digunakan untuk membantu siswanya memahami makna puisi.

Sumardjo danSaini (1986:27) mengungkapkan bahwa pada umumnya penyair menyukasi penggunaan gaya bahasa kiasan dalam puisi, seperti metafora, simile, dan personifikasi. Jenis gaya bahasa ini disukai karena memiliki daya tarik dan daya ungkap yang amat kuat. Daya tarik terlahir dari citra (imaji) lambang yang digunakan sedang daya ungkap muncul dari kekuatan makna kias lambang itu. Citra dan lambang dalam puisi mampu memberi gerak dan menghidupkan puisi. Citra dan lambang mampu mewakili dan menyampaikan gagasan, perasaan, maupun pengalaman penyair pada pembaca. Bahkan, menurut Freeborn (1996:63) metafora- termasuk simile - bukanlah sekedar alat imajinasi puitik dan hiasan retorik semata, tetapi merefleksikan alam pikiran, tindakan, dan pengalaman penyairnya. Metafora mencerminkan siapa dan bagaimana pemakainya. Justru, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana mungkin siswa mampu menangkap gagasan, perasaan, dan pengalaman penyair tanpa mereka mampu memahami makna kias lambang-lambang yang digunakan itu.

Pada saat membaca puisi, siswa berhadapan dengan masalah keterbatasan kompetensi sosial, budaya, maupun kompetensi linguistiknya. Pengalamannya yang minim terhadap kenyataan-kenyataan sosial budaya dalam kehidupan serta beragamnya tingkat penguasaan aspek kebahasaan, baik yang berhubungan dengan kosa kata, ungkapan, peribahasa dan lain-lain, menjadikan siswa tidak mampu menafsirkan makna metafora dan simile dengan baik. Oleh karena itu, penulis mencoba merancang sebuah teknik yang memungkinkan dapat membantu mereka memahami metafora dan simile dalam puisi. Teknik tersebut diberi nama Teknik Distribusi Predikasi.

Teknik Distribusi Predikasi (TDP)

Teknik ini sebenarnya merupakan teknik yang mudah dan sederhana, tapi efektif diterapkan dalam pembelajaran gaya bahasa kiasan, khususnya metafora dan simile.Rancangan teknik ini diilhami tulisanJohn I. Saeed (2005:345-346) dan Abdul Wahab (2005:72) tentang metafora. Menurut Saeed, dalam metafora dan simile terdapat pemindahan makna (concept transference). Padakeduanya terdapat identifikasi kemiripan hal-hal yang dianalogikan. Hanya saja, analogi dalam metafora bersifat langsung (direct analogi) sedangkan dalam simile bersifat tidak langsung (indirect analogi). Analogi dalam simile bersifat tidak langsung karena dalam gaya bahasa ini digunakan piranti linguistik berupa konjungsi komparatif. Pada keduanya terdapat dua komponen, yaitu domain target (target domain) dan domain sumber (source domain). Wahab (2005:72) mengistilahkan domain target sebagai signified, yaitu bagian yang posisinya dilambangkandan domain sumber sebagai signifier, yaitu bagian yang posisinya dijadikan sebagai lambang.

Atas dasar adanya pemindahan makna antara lambang dengan yang dilambangkan itu, dapat diasumsikan bahwa konsep-konsep yang berlaku atas lambang tentunya akan berlaku pula atas yang dilambangkan. Pengertian-pengertian yang terjadi secara wajar dan logis pada lambang, terjadi pula pada yang dilambangkan. Konsep-konsep itu secara verbal diwujudkan dalam bentuk predikasi-predikasi. Melalui predikasi-predikasi yang dapat dipakai bersama secara distributif inilah makna metafora maupun simile dapat direkonstruksi. Semakin banyak predikasi yang dapat dimunculkan, akan semakin baik dan jelas makna metafora dan simile.

Tentu, pada saat mencoba mendeskripsi predikasi-predikasi suatu lambang, dimungkinkan muncul predikasi tertentu yang tidak dapat berlaku pada komponen yang dilambangkan. Untuk itu, predikasi-predikasi itu harus memenuhi dua kreiteria, yaitu berterima (appropriatness) dan logis (logic). Berterima maksudnya predikasi itu layak dan dapat diterima sebagai ekspresi komunikasi yang wajar dalam kehidupan sehari-hari. Sementara, logis maksudnya predikasi itu merupakan pernyataan yang dapat diterima akal sehat. Sebagai contoh, pada kalimat metaforis wajahmu bulan purnama, predikasi benda ruang angkasa dapat berlaku pada komponen bulan purnama, tetapi tidak berlaku pada komponen wajahmu. Salah satu predikasi yang memenuhi kriteria di atas untuk kalimat metaforis ini adalah indah dipandang.

Untuk lebih jelasnya, pada kalimat metaforis Waktu adalah uang, kata waktu sebagai komponen yang dilambangkan, uang sebagai komponen yang melambangkan (lambang). Predikasi-predikasi yang dapat dipakai bersama adalah berguna, berharga, sangat dibutuhkan, dipakai secara teratur. Bila dipakai dalam kalimat, sebagai berikut.

(1)Uang itu berguna bagi setiap orang.

(2)Dalam kehidupan sehari-hari, uang sangat berharga.

(3)Uang sangat dibutuhkan siapa saja.

(4)Uang harus dipakai secara teratur.

Setiap kata uang pada kalimat-kalimat di atas, dapat didistribusi dengan kata waktu. Ini membuktikan predikasi-predikasi itu dapat dipakai bersama antara signifier uang dengan signified waktu. Dengan demikian, makna yang dimaksud ungkapan tersebut adalah waktu itu berharga nilainya, sangat berguna bagi siapa saja, sangat dibutuhkan siapa saja, dan harus dipakai secara teratur sebagaimana uang. Proses rekonstruksi makna kias seperti itu digambarkan seperti bagan berikut.

Aplikasi dalam Pembelajaran

Penerapan teknik ini dalam pembelajaran dapat menggunakan metode apa saja, bergantung situasi dan kreativitas guru. Yang terpenting, dalam pelaksanaannya dilakukan empat tahap kegiatan belajar yang disebut dengan DVD-R, yaitu deskripsi, verifikasi, distribusi, dan rekonstruksi. Deskripsi merupakan kegiatan mencari, menemukan, dan menuliskan predikasi-predikasi yang mungkin berlaku atas suatu lambang. Verifikasi merupakan kegiatan rechek oleh teman untuk memastikan apakah predikasi-predikasi yang ditemukan telah memenuhi azas berterima (appropriatness) dan logis (logic). Distribusi merupakan kegiatan menyusun kalimat sederhana dengan lambang dan predikasi-predikasi, kemudian menukarkan lambang dengan komponen yang dilambangkan. Dan, rekonstruksi merupakan kegiatan menjabarkan makna yang dikandung metafora atau simile berdasarkan pengertian-pengertian kalimat hasil kegiatan distribusi.

Sebagai sebuah model, penulis telah melakukan kegiatan pembelajaran sebagai berikut. Pada tahap perencanaan,disiapkan beberapa puisi yang relevan dan memiliki tingkat kesulitan yang relatif sama. Dipersiapkan pula perangkat pembelajaran, termasuk lembar lembar kerja siswa dan perangkat post test.Pada tahap pelaksanaan, dijelaskan cara memahami metafora dan simile dengan teknik distribusi predikasi beserta contohnya melalui LCD Projector. Selanjutnya, siswa dibagi mengadi 8 kelompok. Empat kelompok yang pertama , yaitu kelompok A,B,C, dan D merupakan lingkar kelompok I (LK1), empat kelompok yang kedua , yaitu kelompok E,F,G, dan H merupakan lingkar kelompok II (LK2). LK melakukan kegiatan belajar mendeskripsi, memverifikasi, mendistribusi, dan merekonstruksi. Masing-masing LK diberi sebuah teks puisi yang berbeda. Selanjutnya, pada LK1, begitu pula pada LK2, kegiatan belajar berlangsung sebagai berikut.

1) Deskripsi

Semua kelompok dalam LK membaca bersama teks puisi , lalu ditetapkan gaya bahasa metafora atau simile yang terdapat di dalamnya. Metafora atau simile yang ditemukan beserta lambangdan yang dilambangkan dituliskan dalam lembar kerja. Setiap anggota kelompokdalam LK, secara bergiliran, mengajukan sebuah predikasi mungkin berlaku pada lambang dengan cara menjawab pertanyaan “Apakah yang dapat Anda katakan tentang lambang itu?” Jika semua anggota telah memberi jawaban, maka didapatkan deskripsi predikasi sebanyak 5 buah. Kelima predikasi ditulis dalam lembar kerja siswa

2) Verifikasi

Lembar kerja kelompok A diverifikasi kelompok B, lembar kerja kelompok B diverifikasi kelompok C, dan seterusnya. Pada saat kelompok B memverifikasi lembar kerja kelompok A, dilakukan dua kegiatan, yaitu 1) me-rechek apakah predikasi-predikasi telah memenuhi azas berterima (appropriatness) dan logis (logic),2) predikasi yang tidak diajukan (ditulis) oleh kelompok A, tetapi diajukan oleh kelompok B dalam lembar kerjanya, ditambahkan pada lembar kerja kelompok A. Setelah itu, lembar kelompok A oleh kelompok B diberikan pada kelompok C untuk dilakukan hal yang sama. Kegiatan ini terus berlangsung berputar, samapi akhirnya lembar kelompok A kembali pada kelompok A. Hasilnya, lembar kerja masing-masing kelompok pada LK1 akan sama. Kegiatan yang serupa juga terjadi pada LK2.

3) Distribusi

Pada kegiatan tahap 3 ini, tiap-tiap kelompok dalam LK menyusun beberapa kalimat dengan menggunakan predikasi-predikasi yang ada atas lambang. Kalimat sederhana sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat-kalimat ditulis dalam lembar kerja. Setelah itu, unsur subjek pada masing-masing kalimat diganti dengan komponen yang dilambangkan dalam metafora atau simile.

4) Rekonstruksi

Pada tahap terakhir ini, setiap kelompok pada masing–masing LK merumuskan makna metafora atau simile berdasarkan pengertian-pengertian yang terkandung dalam kalimat hasil distribusi. Rumusan makna tersebut ditulis dalam lembar kerja, kemudian disampaikan secara lisan.

Dalam kegiatan penutup, rumusan makna metafora atau simile yang diajukan secara lisan oleh tiap-tiap kelompok pada masing-masing LK dimungkinkan ada sedikitperbedaan. Untuk itu, masing-masing LK diminta menyimpulkan sebuah rumusan makna metafora atau simile yang telah dipelajari. Setelah selesai, lembar kerja dikumpulkan dan dilanjutkan dengan kegiatan post test. Demikian, semoga tulisan ini berguna bagi siapa saja yang peduli terhadap peningkatan kualias PBM dan hasilnya dalam bidang gaya bahasa, khususnya metafora dan simile.

DAFTAR RUJUKAN

Endraswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra, Epistimologi Model Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.

Effendy, Akip. 2009. Metafora dalam Puisi Remaja pada Majalah Sastra Horison. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS Unisma.

Kemmis, Stephen and McTaggart. 1988. The action research planner. Victoria: Deakin University Press. 3rd ed.

Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.

Pradopo, Rachmat Djoko. 2005. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.

Saeed, JohnI. 2005. Semantics. Malden, Oxford, Vitoria : Blackwell Publishing.

Siswantoro. 2005. Apresiasi Puisi-puisi Sastra Inggris. Surakarta: Muhammadiyah University Press.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.

Wahab, Abdul. 1989. Pendekatan Psikolinguistik terhadap Metafora dan Implikasinya dalam Pengajaran Sastra, dalam Puitika. HISKI Komisariat Malang. Malang: YA3.

Wahab, Abdul. 2005. Butir-butir Linguistik. Surabaya: Airlangga University Press.

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline