Pernahkah Anda merenung sejenak, sambil duduk santai dengan secangkir kopi di tangan memikirkan bagaimana biji kecil ini telah menjadi satu bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari kita? Benar, kita menyebutnya kopi. Kopi adalah minuman yang dihasilkan dari biji kopi yang telah digiling dan diseduh dengan air panas. Kopi ini sangat diminati oleh berbagai kalangan, yang membuat kopi ini mendunia. Salah satu kopi yang mendunia ini berasal dari salah satu daerah di Indonesia lho, tepatnya di daerah Aceh. Pada artikel ini, kita akan membahas tentang sejarah perkebunan kopi di Aceh, Jenis kopi yang ada di Aceh, mengapa kopi Gayo banyak peminatnya, manfaat kopi gayo, dan bagaimana perkembangan Ekspor kopi Gayo. Sangat menarik bukan untuk dikulik, bagi pecinta kopi terutama kopi Indonesia, akan sangat menambah pengetahuan kita mengenai kopi.
1. Sejarah Perkebunan Kopi di Aceh
Di Indonesia, kopi sudah dikenal sejak periode awal kapitalisme internasional ke dalam masyarakat Indonesia pra-kapitalis. Kopi Arabika masuk ke Pulau Jawa dari Malabar pada tahun 1699, dibawa oleh kapitalis Belanda. Perkembangannya pesat dan tidak terlepas dari sistem pertanian paksa (stelsel farming) pada tahun 1830. Kopi kemudian dibawa ke dataran tinggi Gayo oleh Belanda pada tahun 1904 dan pada saat itu kopi menjadi salah satu aktivitas Masyarakat Pemerintahan Belanda
Produksi kopi Arabika mengalami penurunan secara keseluruhan pada tahun 1910-an, yang membuka cakrawala baru dalam menanam varietas kopi Robusta yang lebih tahan terhadap penyakit dan menghasilkan hasil lebih tinggi. Kopi jenis Robusta ini dengan cepat menyebar ke daerah lain antara lain Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung dan Aceh (Wibowo, 2006: 20)
Di Aceh, budaya kopi berkembang pesat di Dataran Tinggi Gayo. Kopi arabika di Tanah Gayo, seperti halnya di daerah lain, dikembangkan oleh pemerintah kolonial Belanda, sebab pohon kopi sangat beradaptasi dengan ketinggian tanah Gayo. Bagi masyarakat Gayo, kopi bisa dianggap sebagai sumber kehidupan utama. Mayoritas petani di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah menanam kopi, baik secara tradisional maupun modern. Seluruh anggota keluarga menurut tradisi dan budaya Gayo berperan dalam proses produksi kopi, mulai dari reklamasi, budidaya, perawatan hingga pemanenan kopi.
Sejarah Indonesia dari zaman penjajahan hingga saat ini tidak lepas dari industri peternakan, karena industri ini mempunyai arti yang sangat penting dan menentukan dalam pembangunan sosial ekonomi masyarakat indonesia. Di satu sisi, pembangunan perkebunan dianggap sebagai jembatan penghubung masyarakat Indonesia dengan perekonomian global, sektor ini membawa manfaat finansial yang signifikan dan membuka peluang ekonomi baru di sektor komersial, namun di sisi lain, perkebunan juga dianggap sebagai kendala untuk lebih mendiversifikasi perekonomian Masyarakat.
2. Jenis Kopi yang Ada di Aceh
Aceh tidak hanya menghasilkan varietas kopi arabica khususnya arabica Gayo saja, melainkan aceh tetap menghasilkan varietas unggul lain seperti robusta. Namun, jumlah produksi tersebut tetap dimenangkan oleh arabica Gayo karena berbagai keunggulannya yang menarik bagi pecinta kopi. Untuk mengenal kopi Gayo lebih dekat lagi, berikut jenis-jenis kopi Gayo yang hingga kini dibudidayakan di Aceh:
1. Bergendal
Bergendal merupakan varietas kopi Gayo yang termasuk dalam kategori Arabika. Nama Kopi bergendal berasal dari Bahasa Belanda, tepatnya "Berg" (gunung) dan "Dal" (lembah). Kopi ini ditanam di perkebunan Bener Meriah, Aceh, yang tumbuh pada ketinggian 1.200 hingga 1.500 meter di atas permukaan laut dengan rasa sedikit buah, herbal dan pedas dengan keasaman rendah.
2. Rambung
Kopi Rambung merupakan kopi Gayo dengan biji terbesar diantara kopi Arabika lainnya yang ditanam di Gayo. Kopi rambung tumbuh cepat dan membutuhkan lahan yang lebih luas untuk tumbuh.
3. Sidikalang
Jenis kopi Gayo selanjutnya adalah kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang tumbuh di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut dan memiliki umur panjang jika dirawat dan diolah dengan baik.