[caption caption="Ilustrasi"][/caption]
Adanya masalah calon tunggal dalam Pilkada Serentak 2015 ini sepertinya tidak terduga sebelumnya. Maklumlah demikian karena pengalaman Pilkada sebelumnya, masalah calon tunggal sepertinya tidak pernah muncul. Berbagai pendapat pun bermunculan untuk mengatasinya. Ada yang mengusulkan dipilih secara aklamasi, dilawankan dengan “bumbung kosong” ataupun ditunda.
Setidaknya sampai berakhirnya masa pendaftaran, 28 Juli 2015 pukul 16.00 waktu setempat, terdapat 11 (sebelas) daerah yang mengalami sepi peminat alias kurang dari 2 (dua) pasang calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang mendaftarkan diri. Kesebelas daerah itu semuanya berbasis Kabupaten/Kota yang terdiri dari : Kabupaten Blitar, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Minahasa Selatan, . Kemudian, berikutnya ada Kabupaten Timur Tengah Utara, Kabupaten Serang, Kota Surabaya, Kabupaten Asahan, Kabupaten Pacitan, Kota Mataram, serta Kota Samarinda (Detik.com)
Usulan untuk dipilih secara aklamasi terkesan seperti sidang MPR pada masa lalu, Presiden dan wakil Presiden terpilih secara aklamasi. Terkadang masih ada rasa alergi untuk pemilihan pemimpin dengan cara aklamasi. Sedangkan dengan cara diadu dengan “bumbung kosong” mengingatkan pada mekanisme pemilihan kepala Desa. Cara seperti ini sepertinya lebih baik, karena ada pembanding atas keterpilihannya. Tentu saja kedua mekanisme itu memerlukan rincian teknis lebih lanjut. Lagi pula landasan untuk melaksanakan seperti itu tidak memungkinkan, kecuali kalau ada perubahan perundang-undangan.
Sesuai UU No 8 Tahun 2015 Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur atau Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota paling sedikit 2 (dua) padang. Pasal 51, ayat 2: KPU Provinsi menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan Keputusan KPU Provinsi. Pasal 52, ayat 2: KPU Kabupaten/Kota menetapkan paling sedikit 2 (dua) pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta pasangan Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dengan Keputusan KPU Kabupaten/Kota.
Saat ini KPU Ri telah meresponnya melalui Surat Edaran Nomor 403/KPU/VII/2015 dengan membuka perpanjangan pendaftaran selama 3 (tiga) hari, dengan terlebih dahulu melakukan sosialisasi selama 3 (tiga) hari setelah batas akhir masa pendaftaran. Sosialisasi untuk menyampaikan kepada publik terutama parpol atau gabungan parpol bahwa sampai batas akhir masa pendaftaran pasangan calon yang mendaftar kurang dari 2 (dua) pasangan calon. Sosialisasi juga menginformasikan perpanjangan masa pendaftaran selama 3 (tiga) hari.
Bila sudah dilakukan perpanjangan masa pendaftaran dan ternyata pasangan calon yang mendaftar tetap saja kurang dari 2 (dua) pasangan calon, menunda Pilkada pada daerah tersebut bisa menjadi pilihan. Tetapi bagaimana jika peristiwa seperti ini terulang kembali pada saat dilaksanakan Pilkada penundaan itu. Apakah harus ditunda selamanya? Tentu saja harus ada terobosan termasuk pilihan mengakomodir model pemilihan dengan “bumbung kosong” yang sudah dikenal akrab oleh masyarakat dalam pemilihan kepala desa, menjadi penting untuk dipertimbangakan. Tentu saja hal ini berpulang kepada lembaga pembentuk Undang-Undang bagaimana mengantisipasi kebuntuan politik Pilkada ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H