Awal 2020 seluruh negara di dunia terpapar virus corona yang dikenal dengan Covid-19, tak terkecuali Indonesia juga terkena corona. Imbas virus corona meliputi semua aspek kegiatan keagamaan, ekonomi tak terkecuali transportasi umum angkutan penumpang baik laut, udara, darat dan kereta api, khususnya kereta api antar kota, semua berhenti.
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki perusahaan pelayaran nasional PT. Pelayaran Nasional Indonesia (persero), PELNI. Sebagai agen pembangunan, perusahaan yang telah mengabdi sejak 28 April 1952 tanpa henti dengan 26 kapal penumpang jarak jauh berlayar untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau-pulau di nusantara.
Selain kapal penumpang jarak jauh, PELNI juga mengoperasikan 46 trayek kapal perintis untuk konektivitas ke daerah terpencil, tertinggal, terdepan dan perbatasan (T3P) yang jauh dari ibu kota.
Daerah T3P juga ditempati warga. Mereka butuh bahan pokok, juga barang penting yang belum tentu dapat dipenuhi mereka sendiri. Karenanya pemerintah menugaskan PELNI untuk mengoperasikan kapal perintis agar mobilitas warga dan arus kebutuhan pokok terpenuhi serta hasil daerah T3P dapat dipasarkan keluar.
PELNI tak hanya mengoperasikan kapal penumpang dan kapal perintis. Pemerintah juga memiliki gagasan brilian menciptakan tol laut. Beda dengan tol darat yang dibangun prasana jalan tol, pada tol laut lebih pada penciptaan jalur pelayaran dari daerah maju ke daerah T3P, tujuan utamanya memasok kebutuhan pokok, barang penting dan mengangkut hasil alam untuk di pasarkan di derah maju. Sejak diluncurkan pemerintah bersama PELNI 5 tahun silam, tol laut berhasil menstabilkan harga dan meningkatkan kesejahteraan daerah T3P.
Virus korona berimbas, sejumlah daerah menerapkan kebijakan lockdown untuk mencegah virus corona ke daerahnya. Pemerintah daerah menutup pelabuhan dan bandaranya, menutup diri untuk disinggahi kapal dan pesawat pengangkut penumpang. Akibat penutupan pelabuhan, dampaknya sangat luas bagi perkonomian wilayah. Pemda membuka pelabuhan namun hanya untuk angkutan logistic, sedangkan untuk akses penumpang sama sekali ditutup.
PELNI sebagai operator kapal penumpang negara juga terkena dampak. Kapal-kapal yang biasanya hilir mudik di laut harus port stay di pelabuhan Makasar, Bitung, Surabaya, Tanjung Priok, dan pelabuhan lain tempat homebase kapal.
Tidak beroperasinya kapal-kapal penumpang PELNI berdampak tidak hanya kepada operator saja, namun juga kepada penyelenggara pelabuhan, juga kepada para pekerja, pedagang di sekitar pelabuhan yang tak mampu berdenyut lagi.
PELNI sebagai perusahaan BUMN transportasi laut juga tak dapat menghindar dari virus corona. Kapal-kapal PELNI sebagai penghubung nusantara untuk menyatukan Indonesia terhenti, khususnya untuk kapal penumpang. Sedangkan untuk kapal 3in1 seperti KM. Dobonsolo, KM. Ciremai dan kapal Gunungdempo yang dapat mengangkut container, kendaraan, kargo umum dan menangkut penumpang masih bisa beroperasi dan diijinkan otoritas pelabuhan untuk muat bongkar barang saja.
Terhentinya pelayanan kapal penumpang bukan berhentinya layanan PELNI, perseroan yang sudah mengabdi kepada masyarakat dan negara sejak 68 tahun silam itu masih dapat mengoperasikan kapal-kapal pengangkut logistic ke berabagai pulau, khususnya Indonesia timur dan daerah T3P dengan kapal perintis, kapal ternak dan kapal tol laut.
Dengan dioperasikan kapal tol laut, kapal ternak serta kapal 3in1, PELNI masih bisa bernapas, pasalnya pendapatan angkutan pelayanan public mesih mendominasi pendapatan perseroan. Kapal-kapal tol laut dan kapal barang mampu menopang pendapatan angkutan penumpang yang turun drastic. Angkutan barang volumenya naik hingga 300 %. Meski demikian, pendapatan angkutan barang yang masih sekitar 5 % dari pendapatan keseluruhan perseroan belum mampu menolong pendapatan perusahaan.