Empat orang masuk ke area supermarket, sepertinya mereka sekeluarga. Satu diantara mereka mengingatkan yang lain untuk segera menyemprot tangan mereka dengan cairan yang tersedia di pintu masuk. Beberapa langkah memasuki gerai pertama supermarket, dua diantaranya dengan semangat memilah dan bahkan mencicipi buah jeruk yang ada di keranjang. Salah satunya bahkan lupa bahwa dia menggunakan masker.
Sekiranya pemandangan tersebut mungkin tidak akan terjadi pada akhir tahun 2019. Tak perlu melihat anehnya orang terlupa membuka masker sebelum makan.
Pun juga melihat betapa anehnya orang yang sangat disiplin menjaga kebersihan (menggunakan hand sanitizer) namun dengan segera sembarangan menyentuh buah dan bahkan mencobanya. Kita sedang berada pada sebuah era penuh ketidaksiapan. Kita harus berhadapan dengan segala bentuk perubahan mendadak, tanpa persiapan.
Tetiba jalanan dan tempat yang biasanya ramai mendadak menjadi sepi. Sekolah dan banyak tempat kerja diliburkan, semua orang diharapkan untuk menjaga jarak, tidak berkerumun dan tetap di rumah.
Bahkan kemanapun kita berselancar dengan gawai selalu disuguhi informasi yang sama. Beberapa barang yang dulunya dipandang sebelah mata kini menjadi langka.
Sedangkan harga kebutuhan pokok juga mulai merangkak naik. Organisasi kesehatan dunia sudah menyebutnya pandemi, dan pemerintah juga terus menerus didesak untuk meningkatkan kewaspadaan bahkan penguncian negara.
Psikologi Ketakutan
Menghindari dan menangani penyebaran virus merupakan tantangan serius saat ini, namun langkah mendadak mengubah rutinitas juga tantangan lain yang tidak bisa dianggap sepele.
Menjaga jarak sosial adalah kampanye utamanya. Secara fisik memang iya, namun secara psikologis kita semakin terobsesi dengan urusan orang lain. Kita menjadi orang yang sangat konservatif dan turut menghakimi eksentrisitas.
Kita menjadi begitu bencinya dengan orang-orang yang kita anggap tidak patuh. Mungkin kejadian di awal 2020 ini merupakan gangguan yang paling luar biasa untuk kehidupan biasa dalam sejarah modern.