Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Mukhlis

TERVERIFIKASI

Gandrung Sepak Bola, Belajar Psikologi

Mengapa Relokasi Pasar Tradisional Selalu Bermasalah?

Diperbarui: 17 Mei 2017   11:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parkiran jadi pasar di Merjosari. Dokumen Pribadi

“Ke pasar yang mana ini nda?” tanyaku kepada istri pagi itu sesaat setelah kami mulai melaju dengan motor menuju ke pasar.

“Ke Merjosari aja yah”

“Loh, bukannya sudah dibongkar?” sahutku

“Masih tetap bua di parkiran kok, lagian yang pindah kan hanya toko-toko aja. Kita kan belanja kebutuhan masak aja” jawab istriku santai.

Pagi itu mungkin bukan hanya saya saja yang bertanya hal tersebut, tapi banyak suami lainnya di daerah sekitaran Dinoyo (Kota Malang) saya rasa menanyakan hal serupa. Tidak lain karena pemindahan pasar sementara atau pasar penampungan  Merjosari kembali ke pasar Dinoyo yang lagi-lagi tidak berjalan dengan mulus. Saya rasa kita sudah terbiasa mendengarkan berita tentang konflik pemindahan pasar “tradisional”.

Ceritanya begini mohon dikoreksi bila terdapat kekeliruan, seingat saya dulu pasar Dinoyo yang terletak di ruas utama jalur Malang-Batu Dinoyo samping kampus Universitas Islam Malang (Unisma) merupakan salah satu dari beberapa pasar “tradisional” yang terkena dampak revitalisasi Pemkot Malang tahun 2010. Akibatnya pedagang dipindahkan “sementara” ke lokasi lumayan jauh dari ruas jalan utama, daerah kelurahan Merjosari (tidak jauh dari Universitas Islam Negeri (UIN) Malang dan Universitas Gajayana). Beberapa media gencar memberitakan relokasi saat itu mendapatkan resistensi dari pedagang serta mediasi yang dilakukan oleh Komnas HAM. Sampai akhirnya pada bulan November tahun 2012 pedagang bersedia untuk pindah ke pasar sementara Merjosari dengan beberapa kesepakatan yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Malang dengan Nomor Register 21/UR/V/2012. Kebetulan saat itu saya juga melihat dan berbicara secara langsung dengan beberapa pedagang (langganan istri) yang mengeluh saat rencana relokasi sampai saat awal pedagang menempati pasar sementara Merjosari. Kata langganan istri saya, banyak teman-teman pedagang khawatir dengan nasib dagangan mereka mengingat lokasi pasar penampungan boleh dikatakan jauh dari jalur utama kota. Mereka khawatir dagangan mereka sepi pembeli, belum lagi mereka juga mulai kasak-kusuk dan saling mencurigai akibat pembagian lokasi toko (bedak) yang dianggap tidak adil.

Hampir lima tahun setelah relokasi, saat ini pasar kembali dipindahkan ke daerah Dinoyo, atau ke lokasi semula pasar Dinoyo yang telah berdiri sejak tahun 1972. Lagi-lagi resistensi pedagang kembali mengemuka mengiringi “pemulangan” kembali ke lokasi pasar Dinoyo.

Pertanyaannya adalah mengapa setiap kali relokasi pasar selalu terjadi penolakan?

Konsepsi pasar "tradisional" dan "modern"

Sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli, konsepsi tentang pasar terus berkembang dari waktu ke waktu. Entah kapan munculnya embel-embel “tradisional” dan “modern” untuk pasar, yang pasti penambahan label tersebut menjadikan dinamika luar biasa bukan hanya pada ranah kebijakan (politik-pemerintahan) tetapi juga pada ranah persepsi penjual dan pembeli.

Kata tradisional kemudian menjadi hal yang sepertinya harus dihadapkan dengan kata modern, tradisional sebagai yang ringkih dan pecundang, modern sebagai yang kuat, dominan dan pemangsa. Inilah yang kemudian mendorong pemerintah dan dinas pasar di berbagai wilayah membuat program revitalisasi pasar dengan label tradisional menjadi pasar modern. Pemerintah lupa bahwa transfromasi tradisional-modern melibatkan berbagai aspek yang kesemuanya harusnya mendapatkan sentuhan yang proporsional. Lihat saja berapa banyak media yang mewartakan penolakan pedagang atas pemindahan atau revitalisasi pasar tradisional dari tahun ke tahun. Kalau tidak percaya silahkan sowan ke mbah google dengan kata kunci sekitar “relokasi pasar tradisional” atau “pedagang pasar tolak penggusuran” atau kata kunci sejenis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline