Akhir-akhir ini, dunia sepertinya digemparkan oleh sebuah website WikiLeaks yang telah membocorkan banyak dokumen yang seakan-akan memang seharusnya tidak boleh diketahui oleh publik. Banyak pihak merasa berang dengan tingkah laku grup WikiLeaks ini. Maka daya upaya pun dilakukan oleh mereka yang tidak suka dengan WikiLeaks, yang pada intinya bagaimana supaya dokumen-dokumen itu tidak bocor lagi. Namun apakah langkah-langkah pencegahan semuanya itu nanti akan berhasil? Kemudian apakah fenomena Wikileaks ini dapat dihentikan begitu saja?
Era ‘world wide web’ telah mempermudah dan memberikan kebebasan banyak orang untuk mengabarkan apa yang diinginkan. Ketika dahulu hanya ada satu pihak yang dapat memberikan berita, terutama pemilik modal besar atau pemerintah, saat ini semua orang tiap individu dapat menyatakan sikapnya bahkan menyampaikan berita. Tentu saja sebuah fenomena yang wajar ketika ada sebagian pihak yang menganggap merasa dirugikan dan kemudian ada yang diuntungkan, atau bahkan merasa biasa-biasa saja akan apa yang tengah terjadi di dunia. Berbagai berita dan pendapat pribadi ini juga timbul sebagai respon dari masalah dunia yang bersumber dari ketidakadilan yang menjadikan ketimpangan dan penentangan akan rasa ketertindasan.
Kira-kira bulan oktober yang lalu saya sempat menonton film yang berjudul RED (Retired Extremely Dangerous). Film yang berdasarkan novel grafis DC Comics karangan dari Warren Ellis dan Cully Hamner ini, dibintangi oleh Bruce Willis, Morgan Freeman, John Malkovich dan Helen Mirren. Dalam film itu diceritakan bagaimana para mantan atau pensiunan agen top CIA yang menjadi target pembunuhan CIA sendiri. Sebenarnya film ini juga mengingatkan saya akan trilogi Bourne. Frank Mooses yang diperankan oleh Bruce Willis ini bersama teman-temannya Joe dan Marvin dianggap mengetahui rahasia yang sewaktu-waktu dapat merugikan dan membongkar kenyataan yang terjadi sebenarnya, dimana mereka menemukan salah satu konspirasi terbesar yang tidak pernah terungkap dalam sejarah pemerintahan. Yaitu kejahatan genoside atau pemusnahan orang-orang desa di Guatemala.
Kasus yang dianggap ‘ultra top secret’ itu terjadi pada tahun 1981, dan rupanya sang pembantainya adalah seorang letnan muda bernama Robert Stanton yang mana merupakan anak dari almarhum senator James Stanton. Dalam film ini pun Robert Stanton akhirnya telah menjadi seorang wakil Presiden Amerika Serikat. Maka untuk menghapus rahasia tersebut, percobaan pembunuhan terhadap para pensiunan CIA ini pun dilakukan, dengan maksud menghapus kenyataan buruk yang mungkin saja sewaktu-waktu akan terungkap. Bahkan seorang wartawan The New York Times yang memiliki daftar orang-orang yang harus dibunuh itu telah terbunuh terlebih dahulu.
Tentu saja alur cerita dalam film tersebut mengingatkan saya akan beberapa dokumen yang dibocorkan WikiLeaks. Apakah kita pernah mendengar dari banyak media yang menceritakan akan pembunuhan yang dianggap ketidaksengajaan? Seperti misal tewasnya fotografer kantor berita Reuters dan beberapa orang jalanan di Baghdad ditembaki oleh helikopter Apache Amerika Serikat? Atau penyiksaan keji tahanan-tahanan di Guantanamo? Atau argumen alasan penyerangan kapal Mavi Marmara Turki dengan dalih karena telah diserang oleh para sukarelawan kemanusiaan untuk rakyat Gaza di Palestina?
Kemudian masih ingatkah kita juga dengan gempuran pasukan dan mesin perang Israel terhadap Palestina yang mana malah menjadikan Palestina sebagai laboratorium uji coba senjata canggih, salah satu contohnya saja jet-jet tempur Israel yang dipersenjatai ‘cluster bomb’ dan ‘sulfur bomb’? Tahukah senjata itu telah dilarang untuk dipergunakan? Sepertinya hampir kebanyakan media Barat saat itu telah bersiap-siap akan menjadikan berita mereka penuh dengan bukti kecanggihan dan hebatnya senjata perang Israel dan Amerika Serikat. Namun tidak disangka ternyata media Al-Jazeera malah memberitakan pembunuhan dan akibat fatal bahkan cacat seumur hidup dari kehidupan warga sipil Palestina dan Irak yang merupakan korban salah serangan (atau kesengajaan), yang mana oleh media Barat kurang banyak diliput atau bahkan mungkin tidak menarik untuk diliput.
Bisa jadi mungkin berita-berita tersebut yang menjadikan kejengkelan akan banyak pemerintahan Barat, namun kebalikannya malah menimbulkan rasa simpati dan solidaritas masyarakat dunia terhadap para korban perang warga sipil Irak, Afghanistan dan Palestina. Itu hanya sebagian saja dari penyeimbang akan berita-berita yang menjadikan mata dunia lebih terbuka akibat ketidakberdayaan akan sikap penguasa hegemoni dunia. Ada kalanya juga, kita pun harus pandai dalam menganalisa ‘framing’ suatu berita. Disamping itu yang patut diingat adalah selama cara menguasai dunia itu dengan tindakan semena-mena bahkan mengesampingkan keadilan dan kemanusiaan, pastilah akan mendapatkan pertentangan dari banyak pihak, yang istilah kitanya itu dari ‘orang-orang yang dizalimi’.
Situs WikiLeaks pun dibuat oleh seorang Julian Assange yang merasa perlu untuk menyampaikan dokumen-dokumen itu, hanyalah semata-mata mengungkapkan kebenaran atau menampilkan sebuah realitas yang buruk. Tentu saja dibutuhkan kemampuan yang mumpuni dan kepiawaian bahkan donasi serta dukungan yang luar biasa dalam mengelola situs WikiLeaks ini.
By the way, saya pun jadi teringat pula akan film Take Down yang menceritakan seorang hacker bernama Kevin Mitnick. Ia menjadi buronan karena telah dianggap telah meng-crack password milik Tsutomu Shimomura (Hacker Pemerintahan), yang mana berisi file-file penting negara. Dalam sepak terjangnya ini Kevin menggunakan SAS (Switched Access System) untuk membantu dia melarikan diri dari kejaran FBI selama 1,5 tahun lebih. Apa itu SAS? Itu adalah sebuah software yang memiliki fungsi untuk menyadap semua dial-up dan incoming call Pemerintah, Agen FBI, semua Departemen Kenegaraan dan berbagai Intelijen-Intelijen. Sehingga, Kevin akhirnya pun bisa menyadap semua pembicaraan pemerintah Amerika tentang rencana penangkapannya dan untuk bisa segera melarikan diri. Selain itu, Kevin juga telah berhasil meng-crack semua password email milik para agen negara. Hal itu menjadikan Kevin mendapatkan keleluasaan dalam mengawasi pemerintah melalui email mereka masing-masing.