Industri minyak bumi di Indonesia sudah berusia lebih dari 100 tahun danproduksinya semakin menurun. Indonesia pernah mengalami puncak produksi minyak pada tahun 1977 dan 1995 yaitu masing – masing sebesar 1,68 juta barrel per day (bpd) dan 1,62 juta barrel per day (bpd). Setelah tahun tersebut produksi minyak di Indonesia cenderung menurun dengan natural decline rate sekitar 12%, darisekitar 1,6 juta bpd, menjadi sekitar 789 ribu bpd tahun 2014.
Belum ada penemuan cadangan minyak besar lagi selain dari lapangan Banyu-Urip Blok Cepu.Sejak tahun 2010-2013, laju penemuan cadangan dibandingkan dengan produksi atau Reserve to Production Ratio (RRR) sekitar 55%, artinya Indonesia lebih banyak memproduksikan minyak bumi. Pada tahun 2014, cadangan terbukti minyak bumi sebesar 3,6 miliar barel,gas bumi sebesar 100,3 TCF dan cadangan batubara sebesar 32,27 miliar ton.
Apabila diasumsikan tidak ada penemuan cadangan baru, berdasarkan rasio R/P (Reserve/Production)tahun 2014, maka minyak bumi akan habis dalam 12 tahun, gas bumi 37 tahun, danbatubara 70 tahun. Cadangan ini bahkan akan lebih cepat habis dari tahun yangdisebut diatas karena kecenderungan produksi energi fosil yang terus meningkat.
Di Indonesia, masih banyak cekungan hidrokarbon yang belum dieksplorasi. Dari 128 cekungan saat ini, baru sekitar 38 cekungan yang sudah dieksplorasi sehingga sisanya masih berpotensi ditemukan cadangan minyak maupun gas bumi. Melalui perkembangan teknologi, seringkali ladang minyak berstatus unproven dapat mengalami kenaikan peringkat menjadi proven seperti, halnya terjadi pada ladang minyak Cepu.
Proven resources dengan tingkat kesulitan eksplorasi terendah praktis kini telah habis dieksploitasi dan menyisakan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Oleh karenanya, diperlukan teknologi yang lebih canggih. Salah satunya dengan EOR (Enhanced Oil Recovery/tertiary recovery), yang dapat meningkatkan jumlah minyak diekstrak dari ladang minyak mencapai 30-60%, dibandingkan 20-40% dengan menggunakan primary dan secondary recovery.
Dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat terutama di bidang perminyakan, diketemukan salah satu metode untuk membantu meningkatkan produksi minyak. Enhanced Oil Recovery (EOR) merupakan teknologi yang berhubungan dengan proses di reservoir terkait dengan pengangkatan minyak yang bekum bisa terangkat dengan cara pengangkatan primer dan sekunder (primary dan secondary recovery). Pengangkatan primer menggunakan tekanan alamiah dari reservoir, sementara pengangkatan sekunder, menggunakan cara injeksi (air atau gas) sebagai upaya untuk mempertahankan tekanan reservoir yang turun secara alamiah.
Usaha untuk meningkatkan faktor perolehan minyak bumi seperti pada gambar di atas biasanya dimulai dengan tahap primer (Primary Recovery) disusul oleh teknologi tahap sekunder (SecondaryRecovery) untuk menambah energi reservoir dengan menginjeksi air atau gas.Usaha berikutnya adalah meningkatkan efisiensi pndesakan (displacement efficiency) dan memperbesar egion yang dapat dirambah di dalam reservoar atau menambah efisiensi penyapuan secara volumetric,sekaligus menurunkan saturasi minya bumi yang tersisa (residual oil saturation).
Pada dasarnya ada tiga faktor fisik menurut Thakur (1994) yang menyebabkan saturasi minyak tersisa banyak setelah pemulihan primer (Primary Recovery) dan sekunder (Secondary Recovery) sehingga memerlukan pengangkatan di antaranya adalah:
- Viskositas minyak yang tinggi
- Tegangan antar permukaan (Interfacial forces)
- Heterogenitas reservoir
Menurut Terry (2001), EnhancedOil Recovery (EOR) mencakup semua metode yang menggunakan sumber energi dari luar dan atau bahan eksternal untuk memulihkan dan mengangkat minyak yang tidak dapat diproduksi dan bernilai ekonomis dengan cara konvensional. Proses EOR dapat diklasifikasikan sebagai:
- Metode panas (Thermal)
- Metode Injeksi Kimia (Chemical)
- Metode Gas Larut (Miscible)
- Metode Microba (Microbial)
Perlakuan secara kimiawi dalam salah satu metode recovery minyak (EOR) melalui Chemical Flooding telah dilakukan, di beberapa lapangan antara lain Lapangan Tanjung Kalimantan (Pertamina), Lapangan Kaji Semoga, Rimau Asset, Sumatera Selatan (Medco), dan Lapangan Minas (Chevron). Tahap pengembangan, dengan menerapkan metode steam flood di lapangan Duri Chevron telah dimulai pada tahun 1981. Tahap pengujian lapangan, dengan menerapkan metode surfactant polymer di lapangan Minas Chevron dan Kaji Medco menunjukkan hasil yang baik.
Sedangkan, dengan metode surfactant di lapangan Tanjung Pertamina EP hasilnya kurang memuaskan, dan dengan metode polymer di lapangan Widuri CNOOC dan metode Electrical EOR di lapangan Old Rimau Medco pengujiannya masih berlangsung. Tahap persiapan dan studi juga masih dilakukan dengan menerapkan metode chemical floodingdi lapangan Limau KSO Inspec-Pertamina EP, Pedada BOB-BSP, Rama CNOOC SES, Melibur EMP, Rantau Z-600 Pertamina EP, Kenali Asam Pertamina EP, Tempino Pertamina EP, dan metode CO2 floodingdi lapangan Gemah Petro China (Renstra Kementerian ESDM, 2014).