[caption id="" align="aligncenter" width="432" caption="Said Aqil dan Din Syamsudin Khidmat (sumber facebook)"][/caption]
Kemarin salah seorang teman di facebook ada yang ngeshare foto yang menarik. Dalam foto itu memuat ketua umum PBNU yaitu KH. Said Aqil Siraj sedang duduk beriringan dengan ketua MUI baru yang juga ketua umum PP Muhamadiyah yaitu Prof. Dr. Din Syamsudin. Foto itu menjadi menarik karena beliau berdua duduk berdua dalam rangka tahlilan memperingati 40 hari meninnggalnya KH Sahal Mahfudz.
Semua tentu tahu bagaimana pandangan PP Muhamadiyah tentang tahlilan. Tidak seperti NU yang justru sangat menganjurkan kegiatan tahlilan, Muhamadiyah terlihat kurang setuju dengan ritual tahlilan. Alasannya beraneka ragam, dari mulai tidak pernah dicontohkan nabi, menyusahkan keluarga almarhum, sampai alasan-alasan lainnya. Tapi di foto tersebut, terlihat dengan khidmat sang ketua PP Muhamadiyah menghadiri dan melaksanakan tahlilan, Yang lebih menarik lagi di depan keduanya terlihat banyak plastik berisi makanan atau berkat yang diperuntukkan bagi para jamaah tahlilan, yang juga dalam penadangan Muhamadiyah biasanya dianggap tabu.
Mungkin benar, kalau kehadirannya di acara tahlilan tersebut bukan kapasitasnya sebagai ketua PP Muhamadiyah, melainkan sebagai ketua baru MUI, tapi apapun posisinya waktu hadir di tahlilan itu, Din Syamsudin telah ikut dan hadir di acara tahlilan. Meskipun sebenarnya tidak perlu terlalu heboh pula menanggapi foto tersebut, karena di akar rumputnya, banyak pengikut organisasi Muhamadiyah yang amaliyah kesehariannya tidak ada bedanya seperti warga NU.
Saya pernah hidup menetap cukup lama di Yogyakarta. Semua tentu tahu, Jogja merupakan kota tempat lahirnya Muhamadiyah dan sebagian besar masyarakatnya juga merupakan pengikut setia muhamadiyah. Tapi meskipun banyak diantara mereka muhamadiyah, ketika ada keluarga yang meninggal, banyak dari mereka yang juga melaksanakan tahlilan.
Tidak hanya tahlilan, amaliyah yang biasa dilaksanakan NU seperti yasinan malam jumat, dzikir dikeraskan setelah sholat fardu, dzikir dan bersholawat bersama Habib juga banyak yang para warga laksanakan. Meskipun banyak juga yang tidak melaksanakan apalagi setelah belakangan ini muncul banyak doktrin tentang cap-cap bidah, syirik, kafir, dan sebagainya.
Melihat fenomena tersebut, bahkan seorang KH. Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gusdur pernah berujar bahwa “biarkan mereka dengan wadahnya tapi amaliyahnya seperti kita (NU)”. Gusdur melihatnya yang penting amaliyah dan kerukunannya tidak perlu melihat apa organisasinya.
Jauh dari pada itu, keberadaan fotoSaid Aqil duduk bersampingan dengan Din Syamsuddin lebih dilihat sebagai representasi dari dua pemimpin ormas Islam terbesar di Indonesia: NU dan Muhammadiyah itu juga bisa dijadikan tauladan di akar rumput agar selalu saling menjaga silaturahmi antar sesama muslim. Semoga keharmonisan mereka benar-benar merembet sampai akar rumput untuk bersama-sama membangun bangsa ini menuju bangsa yang besar dengan semboyan islam yang rohmatan lil alamin. (Amin)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H