Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Reza

Pegawai Swasta

Ketika Rasulullah Saw Dihina

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika awak media, termasuk kartunis dan Pemimpin Redaksi tabloid satire Charlie Hebdo tewas ditembak, beragam respon bermunculan di media sosial. Sayang, sebagian muslim mengamini tindakan teroris yang menghabisi 12 awak media tersebut. Seakan-akan “hukuman mati” layak bagi para penghina Nabi Saw. Namun benarkah demikian ? Benarkah para penghina Nabi Saw mesti mati atau dibunuh ? Sekeji itukah ajaran Islam ?

Ketika membicarakan Islam. Tolok ukur atau standard yang mesti kita pakai tentu adalah Pembawa ajaran Islam sendiri, Yaitu Rasulullah Saw. Bagaimana Sang Nabi merespon penghinaan atau ejekan yang dialamatkan pada dirinya ? Sejatinya tidak hanya Nabi Muhammad Saw, semua Nabi atau Rasul yang datang ke dunia ini tidak lepas dari penghinaan, ejekan, bahkan upaya pembunuhan.

Syahdan, ketika Nabi Muhammad Saw berada di Thaif. Beliau tidak hanya dicaci dan dihina, malahan diusir dan dilempari batu. Darah mengucur dari kepala hingga ujung kaki. Melihat kondisi Nabi, Jibril as menghampiri Nabi dan menawarkan untuk menimpakan gunung kepada para penganiaya yang kejam tersebut. Alih-alih menyetujui usulan Jibril, Nabi justru mendoakan mereka agar mendapatkan hidayah dan keturunannya dikaruniai nikmat Islam. Rasulullah Saw berdoa kepada Allah SWT : “Wahai Allah ! Saya mengharapkan dari anak keturunan mereka itu akan lahir orang-orang yang beribadah kepada Engkau. Dan wahai Allah ! Saya memohon kepada Engkau agar do’a saya ini Engkau kabulkan !” Sejarah mencatat, kesabaran dan kebijakan Nabi itu justru berhasil membuat budak Nasrani bernama Addas terkesima dan akhirnya masuk Islam. Dan penduduk Thaif yang bermaksud untuk menghabisi nyawa Rasulullah Saw, mereka pula telah menjadi orang-orang yang sangat mencintai Beliau Saw.

Cerita lain yang sering kita dengar adalah seorang yang setiap hari melempari kotoran unta ketika Beliau Saw berjalan di lorong kota Mekkah. Pada suatu hari, orang tersebut tidak nampak seperti biasanya. Rasulullah Saw bertanya ke mana si fulan ? Dari orang-orang sekitar diketahui bahwa si fulan sedang sakit. Rasulullah Saw-lah orang pertama yang menjenguk si fulan. Sikap buruk orang itu tidak menyurutkan Beliau Saw untuk menunjukkan akhlaknya yang tinggi.

Contoh lain yang begitu menarik adalah ketika “Futuh Mekkah” atau jatuhnya Mekkah ke genggaman kaum muslimin. Ketika itu, jika Rasulullah Saw mau, Beliau Saw bisa saja menyuruh pasukannya untuk menumpahkan darah pembunuh keji, penghina, dan tokoh-tokoh yang selama ini sangat menyulitkan Rasulullah Saw dan pengikutnya. Mungkin sejarah akan memahami apabila Beliau Saw melakukan hal demikian, karena perlakuan kaum Qurays sungguh sudah di luar kemanusiaan. Tapi justru kita tahu dari catatan sejarah, Nabi Saw melakukan pengampunan untuk musuh-musuhnya. Semua perbuatan mereka dimaafkan, kecuali beberapa orang saja yang sudah keterlaluan degilnya

Pengampunan massal yang dilakukan Nabi Saw tidak diketemukan pretensinya dalam sejarah.Sebaliknya melalui catatan sejarah kita belajar,banyak tokoh yang gagal meredam amarahnya ketika sudah berada di tampuk kekuasaan. Vendetta atau balas dendam adalah hal lumrah jika kekuasaan sudah digenggaman.

Jangan Balas Hinaan dengan Hinaan

Sungguh manusiawi dan wajar jika kita –kaum muslimin- merasa perih jika junjungan kita, Rasulullah Muhammad Saw dihina dan diejek. Namun, kita tidak pernah diijinkan untuk membalas hinaan dengan hinaan lagi. Tampakkanlah perilaku dan akhlak yang tinggi dalam setiap kondisi. Lebih-lebih Al-Qur’an dengan tegas melarang kita menghina sembahan-sembahan lain.

“Dan janganlah kalian memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas, tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah, mereka kembali, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Al-An’am 6 : 110).

Inilah perintah Islam untuk menegakkan kedamaian dan keselamatan dalam masyarakat di dunia. Menjawab setiap cacian kotor dengan cacian lagi merupakan hal yang sama dengan menumpahkan kekotoran pada diri sendiri. Kita membenci perbuatan kaum kufar, namun tidak boleh berlebihan dan meninggalkan azas keadilan di dalamnya.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum, mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (Q.S. Al-Maidah 5 : 9).

Orang-orang semacam Salman Rushdie, Geert Wilders, tabloid Charlie Hebdo akan selalu ada dalam setiap zaman. Keluhuran Martabat Rasulullah Saw tidak akan pernah berkurang dengan adanya orang-orang semacam itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline