"Partai Demokrat Ibaratkan perahu besar yang posisinya sedang berada di tengah lautan, kemana perahu besar tersebut hendak berlabuh, sementara angin dan ombak terus menghantam dari berbagai arah, dan jika sang Nahkoda tidak lihai membawa perahu, ujungnya hanya akan tenggelam di tengah lautan"
Tidak terpilihnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai bakal calon wakil presiden di koalisi perubahan, ramai membuat publik geger dan partai berlambang Mercy tersebut mencabut dukungan terhadap Bakal Calon Presiden Anies Baswedan.
Drama politik pun terus dimainkan, seolah-olah Demokrat menjadi pertai yang paling terdholimi, sehingga kalimat khianat, tidak memegang teguh janji, dan kalimat negatif lainnya terus didengungkan untuk menghantam Anies, Surya Paloh dan NasDem.
Posisi AHY kian meredup, hendak ke PDI Perjuangan dengan mendukung Ganjar atau ke Prabowo Subianto di Koalisi Indonesia Maju (KIM) nilai tawarnya pun di turunkan.
Target menjadi Bakal calon wakil presiden pun pipis di tengah jalan, sebab nama AHY semakin menciut untuk bisa menjadi Bacapres Ganjar maupun Prabowo Subianto, sebab sederet tokoh yang di anggap lebih mempuni di masing-masing koalisi masih antre untuk di deklarasikan.
Upaya mengetuk pintu PDI Perjuangan maupun mengetuk pintu Koalisi Indonesia Maju masih sangat mungkin terbuka lebar, dengan komitmen politik yang tidak begitu di perhitungkan, syukur-syukur koalisi yang di dukung bisa memenangkan kontestasi pemilu 2024, setidaknya AHY dan para punggawa partai Demokrat hanya akan menjadi menteri saja.
AHY dan Demokrat masih terus berlayar, ditengah hantaman badai dan ombak yang siap menggulung apa yang ada di depannya.
Dermaga yang di tuju masih belum nampak hilalnya, kini Demokrat sudah tidak begitu seksi, sehingga untuk melabuhkan pilihannya masih terasa sulit.
Entah apakah Demokrat masih belum move on dari keinginan sang Nahkoda untuk menjadi bakal calon wakil presiden atau ada ombak skenario yang terus menghantam sehingga cukup sulit untuk berlabuh.
Pasca Demokrat Hengkang dari Koalisi Perubahan