Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Solikhin

Biotechnologist

Jangan Ada Kusta di antara Kita

Diperbarui: 23 Juni 2024   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi tangan orang sehat dan penderita kusta | Sumber: IG/citycouncilorcherrymaygbusa via viva.co.id.

Sebut saja Galih dan Ratna. Mereka saling mencintai sejak SMA. Usai menamatkan kuliah kemudian sama-sama bekerja, cinta mereka semakin kuat dan berujung ke rencana pelaminan. 

Ratna akan segera dilamar oleh Galih. Namun santer berita orang tua Galih adalah OYPMK (Orang Yang Pernah Mengalami Kusta). Hal tersebut menjadi alasan keluarga Ratna menolak lamaran Galih. Cinta mereka pun kandas terhalang stigma kusta. 

Lain Galih dan Ratna, Rini yang masih duduk di bangku SMP terpaksa memilih berhenti sekolah. Rini terkena kusta. Teman-teman Rini menjauhinya. Bahkan sekolah memintanya libur sementara hingga penyakitnya bisa disembuhkan. 

Kondisi ekonomi keluarga Rini pas-pasan. Rini memilih tak mau berobat dan berhenti dari sekolahnya. Orang tua Rini juga merasa malu dengan tetangga. Anak gadis satu-satunya jadi buah bibir karena penyakit kusta yang menimpanya.

***

Dua cerita di atas adalah secuil kisah bagaimana stigma penyakit kusta mengakar kuat di masyarakat Indonesia. Stigma kusta merupakan ciri negatif yang diberikan sekelompok orang kepada penderita kusta dan atau keluarganya.

Secara umum stigma kusta dapat dilihat dari dua aspek yaitu stigma diri dan stigma publik. Stigma diri misalnya saja rasa malu, perasaan rendah diri, dan tidak percaya diri. Sedangkan stigma publik seperti prasangka masyarakat umum terkait pembatasan partisipasi sosial dan diskriminasi.

Kusta dikenal masyarakat Indonesia sebagai penyakit kulit menular. Penyakit yang disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium leprae ini, menular dari percikan ludah atau dahak penderita yang terhirup oleh orang lain dan kontak kulit terbuka dengan penderitanya.

Agak ngerinya, gejala kusta biasanya berupa bercak putih, merah, dan kecoklatan yang tidak disertai rasa gatal dan sakit. Hal ini membuat penderitanya seringkali tidak menyadarinya. Padahal jika tidak segara diobati, kusta dapat menyebabkan kecacatan pada kaki dan tangan hingga kebutaan.

Kusta sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Dahulu orang yang terkena kusta diisolasi di daerah tertentu seperti halnya penderita Covid-19 saat pandemi yang diisolasi di Wisma Atlet Jakarta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline