Lihat ke Halaman Asli

Akhmad Solikhin

Biotechnologist

Tentang Lapar

Diperbarui: 8 Desember 2023   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(sumber: peopleinneed.net)

Setiap orang pasti pernah merasakan lapar. Lapar karena kondisi perut kosong dalam waktu cukup lama. Rasa lapar muncul ketika tubuh tidak mendapatkan asupan makanan. Kemudian perut akan mengirimkan sinyal ke otak guna mendefinisikan rasa lapar.

Jika seseorang tidak makan selama satu hari satu malam atau tidak makan diwaktu-waktu biasa makan, pasti rasa lapar akan muncul. Oxford English Dictionary mendefinisikan lapar sebagai rasa gelisah atau sakit disebabkan karena ketiadaan atau kekurangan makanan di suatu negara.

Lapar dialami oleh semua makhluk hidup di dunia. Tidak hanya manusia, lapar juga dirasakan oleh hewan, tumbuhan, jamur, protista, dan mikroba ketika tidak mendapat asupan makanan.

Kelaparan menjadi masalah pelik di bumi yang semakin tua dengan jumlah manusia yang semakin banyak. Menurut data Food and Agricultural Organization (FAO) sekitar 828 juta orang di dunia mengalami kelaparan pada tahun 2021.

Kasus kelaparan tersebut tersebar di wilayah seperti Afrika, Asia Timur, Asia Tenggara, Asia Selatan, Amerika Latin, Karibia dan Oceana. Makanan yang menjadi hak setiap manusia ternyata masih belum mencukupi kebutuhan semua orang.

Mereka yang kaya bisa mendapatkan makanan sehat 3 kali sehari bahkan lebih. Sedangkan yang miskin harus berjuang keras untuk mendapatkan makanan meski cukup untuk sekali dalam sehari.    

Kelaparan dapat digolongkan menjadi 2, pertama kekurangan kalori dan protein, kedua kekurangan mikronutrien (mineral dan vitamin). Kekurangan kalori dapat menyebabkan malnutrisi dengan sebutan penyakitnya adalah marasmus atau kwashiorkor. Penderita marasmus memiliki tubuh yang kurus, berat badan yang ringan dan tulang rusuknya mudah terlihat.

Sedangkan kekurangan mikronutrien mengalami berbagai penyakit sesuai jenis mikronutriennya. Kekurangan vitamin A menyebabkan kebutaan, kekurangan iodin menyebabkan penyakit gondok, kekurangan Fe menyebabkan anemia dan lain sebagainya.

Kedua jenis kelaparan tersebut memicu kasus stunting di Indonesia. Sebagai informasi, prevalensi stunting Indonesia tahun 2022 masih dalam kategori tinggi yaitu 21,6%. Menurut tulisan Khusnul Kholifah (klik disini) di Kompasiana.com, diperlukan upaya menurunkan 3,8% prevalensi stunting setiap tahunnya untuk menargetkan prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024.

Kelaparan yang terjadi di beberapa negara disebabkan oleh faktor diantaranya kemiskinan, jumlah penduduk yang terlalu banyak, perubahan iklim yang tak menentu, harga pangan yang mahal, terjadi perang, dan pendidikan yang rendah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline