Pandemi Covid-19 tiga tahun lalu memicu pertambahan jumlah laboratorium di Indonesia secara signifikan. Banyak laboratorium baru yang mengadu nasib dan mencari keuntungan dengan menyediakan jasa pemeriksaan sampel Covid-19.
Menurut data Kemenkes, jumlah laboratorium tersebut mencapai 500 pada tahun 2021. Dari yang awalnya hanya belasan saja.
Pemerintah memberikan kemudahan izin kepada laboratorium baru sebagai laboratorium jejaring Covid-19. Hal ini semata bertujuan untuk menambah proses testing dan tracing pada waktu itu.
Benar saja masyarakat banyak butuh tes Covid-19 meski harganya mencapai 1.5-3 Juta per sampelnya. Tentu untung yang diperoleh sejalan dengan visi misi laboratoium saat itu guna membantu pemerintah melakukan testing dan tracing.
Semakin cepat keluar hasil pemeriksaan maka semakin mahal harganya. Hingga akhirnya pemerintah menetapkan harga maksimal hanya 275-300 ribu per sampelnya. Hal ini membuat beberap laboratorium kalang kabut. Karena harga segitu tidak menutup biaya untuk modal reagen dan konsumabel setiap pemeriksaannya.
Pemerintah resmi mencabut status pandemi Covid-19 pada Juni 2023. Berakhirnya pandemi membuat banyak laboratorium baru tutup. Ada pula yang mengurus izin baru sebagai laboratorium klinik seperti arahan Kemenkes.
Manajemen laboratorium
Izin yang mudah sebagai laboratorium jejaring Covid-19 tentu membuat beberapa orang penasaran. Apakah laboratorium baru tersebut sudah menerapkan proses manajemen laboratorium sesuai regulasi?
Semua laboratorium baru yang masuk ke dalam laboratorium jejaring Covid-19 tentu telah mengikuti regulasi yang Kemenkes persyaratkan. Seberapa jauh penerapan regulasinya, hanya internal masing-masing laboratorium yang tahu detailnya.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam proses pelayanan laboratorium jejaring Covid-19, Kemenkes melakukan evaluasi manajemen laboratarium setiap semester. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses pemerikasaan berlangsung dengan benar dan sesuai regulasi.