Bareskrim Mabes Polri menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) terhadap dua pimpinan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Saut Situmorang dan Agus Rahardjo, Selasa lalu (7/11).
SPDP keluar atas laporan, Pengacara Ketua DPR Setya Novanto yang juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar, karena dianggap memalsukan surat untuk menjerat Setya Novanto dalam kasus korupsi.
Kami dari Visi Indonesia sangat berkeberatan dengan langkah Bareskrim ini tersebut. Kami menilai langkah yang di ambil oleh Bareskrim ini gegabah dalam menerbitkan SPDP kepada ke dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang.
Bareskrim Mabes Polri melanggar Nota Kesepahaman Bersama (NKB) antara tiga institut penegak hukum, KPK, Kepolisian Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung, yang di tandatangani langsung pada taggal 29 Maret 2017, bertempat di di Ruang Pusdalsis Gedung Utama Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Tujuan dari nota kesepahaman ini, yaitu, pemberantasan korupsi menjadi lebih optimal, efektif dan efisien, serta berdampak dalam penegakan hukum untuk kebaikan rakyat Indonesia.
Langkah Bareskrim ini bagi kami sangat jelas mendistorsi pemberantasan korupsi. Bareskrim juga harus mengingat bahwa mereka sudah pernah mengeluarkan surat edaran (SE) Bareskrim No.B/345/III/2005 tertanggal 7 Maret 2005 yang memerintahkan prioritas penanganan kasus dugaan korupsi dalam menangani berbagai laporan pidana.
Kami tetap berharap bahwa Bareskrim tetap menghormati NKB dan surat edaran yang sudah dibuatkan. Menghormati hak para saksi dan pelapor tapi tetap mengedepankan penanganan perkaran tindak pidana korupsi. KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung harus tetap bergandengan tangan, bersinergi dalam memerangi dan memberantas Korupsi.
**Akbar Kiahaly
Direktur Advokasi Visi Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H