"Ahok, Kampung Pulo dan Pantai Indah Kapuk"
Peristiwa memilukan baru saja kita saksikan dilayar televisi atau baca di koran, berkaitan dengan penggusuran dan pengusiran warga kampung pulo, jakarta timur, yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) atas perintah sang Gubernur Ahok.
Banyak pihak mengecam cara Ahok yang melakukan penertiban dan penataan kawasan tersebut dengan kekerasan dan tidak mengedepankan komunikasi yang baik.
Seperti yang bisa kita tebak, Ahok mengatakan dia tidak akan mundur dan bahkan menambah personil untuk berhadapan dengan rakyat dan seraya mengeluarkan statmen bahwa memimpin jakarta harus mengedepankan Otot dari pada otaka ( http://m.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/08/20/ntdg0r335-ahok-pimpin-jakarta-tak-perlu-pintar-yang-penting-otot-kuat )
Ahok mengatakan penggusuran itu dilakukan untuk melepaskan Jakarta dari momok banjir yang selalu menghantui setiap musim hujan. Seperti diketahui, karena berada di sisi sungai Ciliwung, Kp Pulo selalu terkena banjir setiap musim hujan atau jika Bogor kebanjiran.
Terdengar sekilas bahwa alasan ahok dapat kita yang awam akan hal ini makluminya.
Tapi bagi orang yang ahli dalam urusan tata kota alasan ahok ini tidak tepat.
Direktur Pusat Studi Perkotaan Ruang Jakarta (Rujak) Marco Kusumawijaya, mengatakan bahwa, penggusuran 917 kepala keluarga di Kampung Pulo, Jakarta Timur, yang disertai bentrokan hari ini, Kamis, 20 Agustus, adalah sia-sia.
Mengapa? “Karena masalahnya bukan di situ, tapi penurunan tanah yang diperburuk oleh abstraksi air tanah,”
Abstraksi adalah sebuah proses eksploitasi air tanah oleh manusia yang digunakan untuk irigasi, rekreasi, atau keperluan air minum. Abstraksi air dapat menyebabkan penurunan muka tanah.
Hal lainnya dan sangat fatal yaitu dirubahnya fungsi lahan yang merupakan rawa dan hutan mangrove di Pantai Kapuk (Sekarang sudah menjadi PIK - Pantai Indah Kapuk) yang berfungsi sebagai daerah resapan air menjadi lahan permanen perumahan elit orang kaya di jakarta.