Kekerasan di dunia pendidikan Indonesia semakin marak, ibarat jamur yang tumbuh subur di musim hujan. Berita tentang kekerasan verbal, fisik, hingga kekerasan seksual bermunculan dari berbagai daerah di tanah air. Sungguh ironis, pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman untuk tumbuh kembang generasi penerus bangsa, justru kerap menjadi lahan subur bagi tindakan-tindakan yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Kasus kekerasan di sekolah dan kampus menunjukkan adanya celah besar dalam sistem pendidikan kita. Jika ditelusuri lebih dalam, kekerasan ini tidak datang secara tiba-tiba. Ia adalah hasil dari sistem yang sudah lama diterapkan, namun sayangnya gagal membentengi lingkungan pendidikan dari budaya kekerasan.
Sistem yang bermasalah ini ibarat penyakit kronis, yang tak pernah benar-benar disembuhkan, hanya dirawat seadanya, dan kini kambuh dengan dampak yang lebih luas.
Fenomena kekerasan di dunia pendidikan tidak hanya melibatkan individu, tapi juga lingkungan sosial dan struktural yang mendukung atau bahkan mengabaikan perilaku tersebut.
Baik dari siswa, guru, hingga sistem pengelolaan sekolah, semuanya berperan. Namun, seringkali respons terhadap masalah ini masih terfokus pada pelaku saja, tanpa melihat akar permasalahan yang lebih dalam ---mungkin budaya kekerasan ini sudah seperti benalu yang subur.
Memang benar, banyak sekolah dan kampus sudah berupaya menciptakan lingkungan yang ramah dan bebas kekerasan. Namun, sayangnya, upaya ini sering terbentur oleh regulasi dan birokrasi yang kurang mendukung.
Reformasi sistem pendidikan yang menekankan pentingnya empati, kesejahteraan mental, serta pendidikan karakter perlu lebih serius diimplementasikan, agar kekerasan tak lagi menjadi bagian dari dunia pendidikan.
Jika selama ini sudah ada kebijakan, regulasi dan program mengenai hal tersebut. Maka ada baiknya untuk benar-benar lebih diperhatikan kembali.
Pendidikan sejatinya adalah tempat untuk mencetak generasi yang "manusiawi" yang cerdas, kritis, dan berakhlak. Namun, tanpa perubahan mendasar dalam sistem yang ada, kekerasan akan terus merongrong kualitas pendidikan di Indonesia.
Kini saatnya kita semua, mulai dari pemerintah, pendidik, hingga masyarakat, bersatu untuk memutus mata rantai kekerasan dalam dunia pendidikan. Karena hanya dengan sistem yang sehat dan manusiawi, kita bisa mewujudkan pendidikan yang benar-benar membebaskan, bukan justru menindas.