Lihat ke Halaman Asli

Akbar Pitopang

TERVERIFIKASI

Berbagi Bukan Menggurui

Siswa Telat Calistung, Bagaimana Menyikapinya?

Diperbarui: 2 Oktober 2024   10:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seiring dengan kebijakan Kemendikbud mengenai transisi menyenangkan dari PAUD ke SD, harapannya jelas yaitu anak-anak tidak dibebani dengan tekanan akademis yang berat. Misi dibalik kebijakan ini adalah menciptakan lingkungan belajar yang menekankan pada pengembangan karakter, moral, dan sosial-emosional anak selama masa PAUD. Fokus utama di PAUD adalah membentuk fondasi kepribadian yang kuat. Sementara keterampilan membaca, menulis, dan berhitung (calistung) baru menjadi sorotan setelah anak memasuki jenjang SD.

Namun, realitas di lapangan menunjukkan situasi dimana banyak buku pelajaran dan sumber belajar yang diperuntukkan bagi siswa kelas 1 SD masih terasa terlalu kompleks dan berat. 

Situasi yang memaksa anak-anak yang baru saja menikmati suasana PAUD yang ceria dan menyenangkan, lalu harus segera 'berlari' mengejar keterampilan akademis, terutama calistung. 

Seakan-akan "sistem" mendorong anak-anak ini agar cepat mahir, meskipun mereka mungkin belum siap secara emosional maupun kognitif.

Transisi yang ideal seharusnya lebih berfokus pada pengenalan bertahap terhadap dunia akademis (baca: calistung), bukan pada penekanan apalagi pada hasil instan. 

Bayangkan dampaknya jika di usia yang seharusnya penuh eksplorasi dan kegembiraan, anak-anak dihadapkan pada standar akademis yang lebih tinggi dari kemampuan mereka. Ini tentu dapat menyebabkan stres dan menurunkan minat belajar jangka panjang. 

Tantangan ini menjadi paradoks yang berpotensi meredupkan niat mulia untuk menjadikan SD sebagai ruang belajar yang menyenangkan.

Tak hanya itu, buku dan materi yang diberikan kepada siswa Kelas 1 seharusnya lebih adaptif dan disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan mereka. Penelitian menunjukkan bahwa pada usia ini, anak lebih optimal belajar melalui permainan, interaksi sosial, dan aktivitas praktis. 

Setiap anak memiliki laju perkembangan yang berbeda. Menghadirkan lingkungan yang kaya dengan pengalaman, sosial, dan emosional akan memberikan dampak positif yang lebih kuat dibandingkan sekadar menjejalkan anak dengan target-target akademis.

Guru membimbing anak yang lamban membaca dengan menggunakan kartu huruf yang dinilai bisa membantu anak lebih cepat membaca. (Dok. Inovasi Kaltara)

Tantangan Pembelajaran Calistung yang Inklusif dan Berdiferensiasi

Setiap anak adalah individu unik dengan kecepatan belajar yang berbeda. Di kelas 1, ada anak yang dengan cepat menguasai kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (calistung), namun tak jarang kita juga mendapati siswa yang butuh waktu lebih lama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline