Lihat ke Halaman Asli

Akbar Pitopang

TERVERIFIKASI

Berbagi Bukan Menggurui

Ada "Jalan Ninja" untuk Pejalan Kaki

Diperbarui: 31 Agustus 2024   06:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi jalan kaki. (Schantalao/Freepik via Kompas)

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan mobilitas, kebiasaan jalan kaki seakan menjadi budaya yang semakin tergerus di Indonesia. Baik di kota besar maupun di desa-desa, kita sering melihat masyarakat lebih memilih kendaraan, terutama sepeda motor, sebagai alat transportasi utama. Padahal, jalan kaki bukan hanya sekedar aktivitas fisik yang menyehatkan, tetapi juga mencerminkan gaya hidup yang lebih sederhana dan ramah lingkungan. Namun, mengapa budaya jalan kaki seakan sulit berkembang di negeri ini?

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh pejalan kaki di Indonesia adalah faktor cuaca. Dengan iklim tropis yang cenderung panas dan lembab, banyak orang merasa tidak nyaman jika harus berjalan kaki, terutama dalam jarak yang jauh. 

Kondisi ini diperburuk dengan minimnya fasilitas penunjang bagi pejalan kaki, seperti trotoar yang layak dan jalur khusus yang aman. Di banyak kota, trotoar justru seringkali dipenuhi oleh PKL, sehingga pejalan kaki terpaksa berbagi jalan dengan kendaraan bermotor.

Jarak antara lokasi yang harus dijangkau seringkali terlalu jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Di kota-kota besar, tata kota yang kurang memperhatikan jarak antar fasilitas publik membuat masyarakat lebih memilih kendaraan demi efisiensi waktu dan tenaga. 

Fenomena ini bukan hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga di pedesaan, dimana aksesibilitas dan infrastruktur yang terbatas membuat penggunaan kendaraan menjadi kebutuhan yang tak terhindarkan.

Kondisi tersebut semakin diperparah dengan kurangnya edukasi dan kesadaran akan manfaat jalan kaki. Banyak orang belum menyadari bahwa jalan kaki tidak hanya baik untuk kesehatan fisik, tetapi juga dapat mengurangi polusi udara dan kebisingan, serta mengurangi ketergantungan terhadap BBM. 

Edukasi dan kampanye mengenai manfaat jalan kaki perlu digalakkan kembali agar masyarakat lebih memahami pentingnya budaya ini dalam kehidupan sehari-hari.

Warga berjalan kaki. (foto Akbar Pitopang)

Jalan Kaki Versus Rutinitas Kerja Harian

Kehidupan kerja di Indonesia memang tidak bisa dipungkiri cukup padat dan berat. Dari pagi hingga petang bahkan ada pula yang terpaksa harus lembur hingga malam. Sehingga energi kita terkuras habis di ruang kerja. Hanya akan meninggalkan sedikit semangat untuk aktivitas fisik seperti jalan kaki. 

Alih-alih menambah kebugaran, banyak dari kita yang justru lebih memilih untuk bermalas-malasan setelah seharian bekerja keras. Memang itu cukup wajar. Namun, apakah ini alasan yang tepat untuk mengabaikan manfaat besar dari jalan kaki?

Rutinitas kerja yang padat, dari lima hingga enam hari dalam sepekan, memang benar-benar menguras tenaga. Mulai dari meeting, deadline, hingga tugas-tugas yang menumpuk, semuanya berkontribusi terhadap kelelahan fisik dan mental. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline