Lihat ke Halaman Asli

Akbar Pitopang

TERVERIFIKASI

Berbagi Bukan Menggurui

Menyingkap Paradoks Keberagaman: Hijab dan Paskibraka

Diperbarui: 19 Agustus 2024   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ilustrasi via kompas.id)

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan budaya, suku, ras maupun agama. Bhineka Tunggal Ika, semboyan kebanggaan kita, mengajarkan bahwa meskipun berbeda-beda, kita tetap satu. Namun, baru-baru ini, kabar tentang dugaan pelarangan anggota Paskibra perempuan mengenakan hijab di Ibu Kota Nusantara (IKN) memicu perdebatan sengit. Bukan hanya soal seragam, melainkan juga soal semangat keberagaman dan toleransi yang terasa terusik. Pertanyaan besar pun muncul, apakah prinsip keberagaman sudah benar-benar diapresiasi dalam kehidupan nyata?

Kasus ini menyentuh langsung jantung dari identitas kita sebagai bangsa. Indonesia adalah negara berlandaskan hukum yang menjunjung tinggi kebebasan beragama dan kebebasan berekspresi, sebagaimana termaktub dalam UUD 1945. Apa jadinya jika hak-hak tersebut dicabut, bahkan dalam konteks yang semestinya menjadi simbol patriotisme seperti Paskibra? Ironisnya, alih-alih merayakan kebhinekaan, kita justru dihadapkan pada potensi diskriminasi yang melemahkan pesan persatuan.

Sejarah panjang bangsa ini menunjukkan bahwa keberagaman agama telah menjadi salah satu fondasi kekuatan kita. Dari Sabang hingga Merauke, masyarakat dengan beragam keyakinan mampu hidup berdampingan. Setiap warna dari mozaik agama ini saling melengkapi dan memperkuat identitas nasional. 

Jadi, ketika ada pembatasan atas ekspresi keyakinan tertentu, seperti pelarangan hijab, apakah ini sebuah langkah mundur dari semangat Pancasila dan UUD 1945?

Masalah ini juga mengingatkan kita akan pentingnya menjaga toleransi dalam praktik, bukan hanya retorika. Pemerintah, masyarakat, dan institusi negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa toleransi ini dijaga dengan baik. 

Bagaimana mungkin kita berbicara tentang persatuan dan kesatuan, jika dalam praktiknya masih ada kebijakan atau tindakan yang meminggirkan kelompok tertentu?

Lebih dari itu, kasus ini juga mencerminkan pentingnya pemahaman yang lebih mendalam tentang hak asasi manusia. Dalam konteks kebebasan beragama dan berekspresi adalah dua hal yang terus diperoleh. 

Apabila kita ingin menjadi bangsa yang dihormati di kancah internasional, penghormatan terhadap hak-hak dasar ini harus menjadi prioritas yang tidak bisa dinegosiasikan.

Nah, ini menjadi momentum bahwa kita masih punya banyak pekerjaan rumah dalam memperkuat nilai-nilai kebhinekaan yang sejati. Semangat keberagaman harus terwujud dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam program-program nasional seperti Paskibraka. 

Semoga polemik ini segera menemui solusi yang bijak, yang tidak hanya menghormati individu tetapi juga memperkuat semangat Bhineka Tunggal Ika dalam setiap langkah kita ke depan.

(Gambar dari Kompas.id)

Salah Kaprah Makna Keseragaman

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline