Pernikahan dan percintaan adalah fenomena yang selalu menarik untuk diperbincangkan. Meskipun seringkali dikisahkan dalam konteks roman remaja atau percintaan di usia muda, namun cinta juga memiliki keajaiban yang tak terbatas di segala usia, termasuk pada mereka yang telah melalui berbagai fase kehidupan alias sudah lanjut usia.
Ketika berbicara tentang cinta pada usia yang tak lagi muda, kita dihadapkan pada sebuah realitas yang penuh warna dan kompleksitas. Pada tahap ini, cinta tak lagi terjebak dalam romantisme muda-mudi yang membara, tetapi mengalami transformasi menjadi sesuatu yang lebih dalam, dewasa, dan tenang.
Fenomena menikah lagi pada usia yang tak lagi muda terkumpul dari pengalaman hidup. Di sini lah benih-benih cinta telah tersemai dengan rapi, di relung hati yang telah dibentuk oleh berbagai liku-liku kehidupan.
Pernikahan pada usia ini tidak lagi hanya berputar di sekitar penampilan fisik atau harta tetapi tumbuh dari pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai dan pengertian atas kebutuhan satu sama lain.
Menikah lagi di usia yang tak lagi muda juga membawa aspek keberanian dan ketegasan yang lebih kuat. Mereka yang telah melalui banyak hal dalam hidupnya menjadi lebih berani dalam menghadapi tantangan dan komitmen yang terkait.
Mereka tidak lagi terburu-buru dalam mengambil keputusan, tetapi lebih berhati-hati dan penuh pengertian dalam menjalani hubungan.
Kehidupan telah membawa mereka melalui berbagai peristiwa yang mungkin meninggalkan bekas luka atau trauma. Dengan demikian, fenomena menikah lagi pada usia yang tak lagi muda adalah sebuah perjalanan yang menarik.
Fenomena menikah di usia lanjut, terutama di kalangan para duda dan janda ---cerai mati maupun cerai hidup--- yang telah memasuki usia di atas 60 tahun, memang menjadi bukti nyata bahwa pernikahan tak mengenal batas usia.
Meskipun bagi sebagian anak muda, mungkin sulit untuk memahami mengapa mereka yang sudah lanjut usia masih ingin mengejar kesempatan pernikahan, namun ada berbagai alasan yang melandasi keputusan tersebut.