Kekerasan verbal dan cyberbullying kembali menggemparkan jagat maya, mengingatkan kita betapa berbahayanya dunia digital ketika digunakan untuk mengejek/memaki dan merendahkan sesama manusia.
Kasus terbaru ini melibatkan seleb TikTok asal Probolinggo, Luluk Sofiatul Jannah atau lebih dikenal sebagai Luluk Nuril. Tindakan yang dilakukannya terhadap seorang siswi SMK yang sedang menjalani magang di sebuah swalayan menciptakan gelombang kegaduhan dan pergunjingan netizen secara besar-besaran di berbagai platform media sosial.
Peristiwa ini berawal di sebuah pusat perbelanjaan Kota Probolinggo, dimana siswi magang tersebut dengan penuh dedikasi menjalankan tugasnya sesuai standar operasional prosedur (SOP) toko. Namun, seperti yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadi salah paham antara Luluk dan siswi tersebut. Nota yang harus dibawa ke kasir jika konsumen ingin membatalkan atau mengembalikan barang yang sudah dibeli menjadi penyebab miss communication dalam interaksi mereka. (simak Kompas.com)
Seharusnya, setelah pihak pusat perbelanjaan memberikan penjelasan dan permintaan maaf, masalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Namun, apa yang terjadi kemudian adalah lebih dari sekadar salah paham biasa. Luluk Nuril dan suaminya, Bripka Nuril Huda, seorang anggota polisi, memutuskan untuk menyebarkan peristiwa ini dan mengunggahnya di media sosial. Akibatnya, video tersebut menjadi viral dalam sekejap, karena siswi magang menjadi korban dan memicu kemarahan publik.
Sikap Luluk Nuril yang terlihat merendahkan seorang siswi yang sedang menjalani Praktek Kerja Lapangan (PKL) sangat disayangkan. Kasus seperti ini tidak hanya mencoreng nama baik siswi tersebut, tetapi juga memberikan bayangan buruk bagi para pelajar lainnya yang akan terlibat dalam tahap belajar di lapangan seperti yang dilakukan oleh siswi tersebut.
Sangat disayangkan, kasus seperti ini tentu akan berdampak buruk terhadap para pelajar dan menunjukkan indikasi sikap diskriminasi usia (ageisme) yang dilakukan oknum masyarakat terhadap pelajar yang masih dalam tahap belajar di lapangan.
Untuk itu, hendaknya hal ini menjadi perhatian bagi kita semua.
Dunia pendidikan harus merdeka dan bebas dari kekerasan
Kasus yang baru-baru ini menghebohkan masyarakat terkait kekerasan verbal dan cyberbullying di media sosial memang menjadi cambuk keras bagi kita semua. Namun, ada hal yang perlu dicatat dan diapresiasi dari insiden ini, yakni tindakan cepat dan bijak yang diambil oleh pihak sekolah dalam menangani kasus tersebut.
Setelah kejadian itu terjadi, pihak sekolah tidak tinggal diam. Mereka segera melibatkan berbagai pihak dalam upaya mediasi yang komprehensif, termasuk Kapolres Probolinggo, orangtua siswi, guru, pihak pusat perbelanjaan, dan tim psikolog dari Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Upaya mediasi seperti ini bukan hanya untuk mencari solusi dan ketegasan dari pihak berwenang, tetapi juga untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi siswi yang menjadi korban.