Halo, Kompasianer! Masih ingat tentang long distance parenting yang sudah saya tayangkan di Kompasiana sejak beberapa waktu yang lalu?
Long distance parenting atau pengasuhan jarak jauh adalah situasi di mana orangtua dan anak berada di lokasi yang berbeda sedangkan proses pengasuhan dilakukan oleh single parent/wali/pengasuh yang merawat anak berada di lokasi yang jauh dari anak mereka.
Pola pengasuhan jarak jauh ini dapat terjadi karena berbagai alasan seperti faktor pekerjaan, tugas atau dinas kerja, urusan studi, atau perpindahan sementara ke lokasi yang jauh dari anak.
Dalam situasi ini, orangtua dan anak tidak dapat secara fisik hadir dan mengasuh anak setiap hari. Ada wali atau pengasuh yang merawat sedangkan proses pengasuhan tetap di monitor oleh orangtuanya dari jarak jauh.
Pengasuhan jarak jauh dapat menjadi tantangan bagi orangtua dan anak. Orangtua mungkin merasa khawatir tentang kebahagiaan dan tingkat perhatian terhadap anaknya. Sementara anak mungkin merasa ada yang kurang dan atau merasa kehilangan dukungan dan kehadiran orangtua mereka.
Namun, dengan dukungan yang tepat dan komunikasi yang terbuka dari orangtua maka saya menganggap pola pengasuhan jarak jauh ini memiliki dampak yang signifikan yang dibutuhkan anak di kemudian hari.
Sebagaimana yang sudah pernah saya bahas bahwa kegiatan long distance parenting yang telah kami lakukan tetap memberikan dampak yang positif terhadap anak.
Misalnya, anak akan belajar mengenal konsep keluarga, proses pemutakhiran konsep pengetahuan yang telah dikenalkan ke anak untuk pembiasaan, mengembangkan hubungan dengan saudara atau sepupu di kampung, dan manfaat positif lainnya.
Sejauh ini saya telah menerapkan pola pengasuhan ala long distance parenting ini. Dari setiap proses dan momen long distance parenting yang dilakukan, saya berharap ada hal positif yang bisa diajarkan kepada anak.
Selaku orangtua pun kami juga tetap mengambil pelajaran dan terus belajar bagaimana mewujudkan proses parenting yang baik dan sesuai kebutuhan dan profil anak itu sendiri.