Perbincangan tentang Guru Penggerak akhir-akhir ini sedang ramai dipergunjingkan oleh banyak pihak. Termasuk bagi para Kompasianer Pendidik yang ikut pula membahas isu terkini tentang Program Guru Penggerak yang dicetuskan oleh Kemdikbud bagi guru se-Indonesia.
Di kalangan guru tentu sudah familiar dengan istilah Program Guru Penggerak (PGP) yang diluncurkan Kemendikbud Ristek sejak 2020.
Manfaat program ini untuk mewujudkan kepemimpinan bagi guru agar dapat menjadi pemimpin dalam pembelajaran.
Guru yang mengikuti Program Guru Penggerak akan ditempa sedemikian rupa dalam kurun waktu yang telah ditentukan hingga akhirnya dapat menjadi seorang guru yang mampu "menggerakkan".
Siapa saja yang mampu digerakkan oleh Guru Penggerak? Jawabannya adalah semuanya. Baik menggerakkan diri sendiri, rekan guru, peserta didik, orangtua/wali murid, para stakeholder dan komunitas praktisi pendidikan lainnya demi kemajuan dunia pendidikan di Indonesia.
Kegiatan pendidikan bagi Guru Penggerak meliputi pelatihan daring, lokakarya, konferensi dan pendampingan setidaknya selama 6 bulan secara on-the-job training.
Menurut pandangan saya, kenyataannya ada tiga tipe guru dalam menyikapi adanya Program Guru Penggerak ini, yaitu open, close dan broad minded. Perlu untuk digarisbawahi bahwa apa yang saya maksud disini adalah tentang mindset dan "kesiapan" guru terhadap Program Guru Penggerak yang dimaksud.
Saat ini ada guru yang mengikuti PGP karena telah sesuai persyaratan, kemudian guru yang tidak mau mengikuti PGP walaupun sudah bisa mendaftarkan diri, selanjutnya ada pula guru yang belum bisa mengikuti PGP karena tersandung persyaratan yang telah ditentukan namun memiliki pikiran yang luas agar tetap "berkembang".
Seperti apa penjelasan lengkap mengenai ketiga tipe guru tersebut, mari kita simak!