Belakangan kita melihat perkembangan film-film horor yang ditayangkan di bioskop sangat ramai dengan para penggemarnya. Ada euforia yang sangat besar yang ditunjukkan oleh para penikmat film-film bergenre horor.
Seakan-akan kali ini menjadi momentum kebangkitan film-film horor yang ada di Indonesia. Coba kita tengok betapa tingginya antusias masyarakat untuk menonton film KKN di Desa Penari yang tembus hingga berjuta-juta penonton.
Hal tersebut menjadi sangat luar biasa dan mungkin bisa menjadi prestasi tersendiri bagi sutradara dan produser film horor sehingga ada kecenderungan tentang minat genre film di negeri ini.
Sepertinya untuk genre film horor masih akan terus memiliki pangsa pasar yang sangat besar di negeri ini. Para peminat film horor sepertinya akan terus teregenerasi dengan baik.
Selain karena budaya di Indonesia yang masih percaya terhadap hal-hal yang mistis. Disamping itu pula kini produksi film-film horor semakin naik daun dengan tampilan, alur cerita, tokoh dan di-setting dengan sedemikian rupa sehingga film bergenre horor menjadi cukup layak untuk ditonton.
Hanya saja kini para penikmat film horor tidak hanya di kalangan orang dewasa namun juga ditonton oleh para remaja dan atau anak-anak yang masih di bawah umur.
Padahal anak-anak sejatinya belum dibolehkan untuk menonton film horor karena dampaknya yang cukup besar dalam mempengaruhi regulasi emosi bagi anak-anak tersebut.
Menyikapi fenomena tersebut Lembaga Sensor Film (LSF) bekerja sama dengan pengusaha bioskop mengkampanyekan "Budaya Sensor Mandiri".
Meski demikian budaya sensor mandiri masih dalam tahap pembahasan sehingga belum ada prosedur jelasnya seperti apa.
Menyoal sikap dari lembaga sosial film dan dan pengusaha bioskop yang mengkampanyekan budaya sensor mandiri ini, kami menilai ada beberapa poin yang perlu kita cermati bersama.
1. Budaya sensor mandiri versus keuntungan pengusaha bioskop
Kami menilai budaya sensor mandiri ini mencuat ke permukaan bisa menjadi salah satu bentuk atau cara lembaga sensor film dan pengusaha bioskop untuk "cuci tangan". Masyarakat disuruh untuk menerapkan budaya sensor mandiri ini seakan-akan masyarakat lah yang memiliki tanggung jawab dan andil yang sangat besar untuk menentukan film mana yang ingin mereka tonton.