Pada tahun 2010, merupakan momentum yang sangat berarti bagi kami dalam menjalani proses kehidupan ini.
Di tahun itu, penulis menjadi mahasiswa sekaligus sebagai anak rantau di daerah orang. Kami adalah anak Sumatera yang kemudian kuliah di pulau Jawa.
Ketika memasuki kelas 3 di MAN, kami sudah berencana dan berharap sekali bisa kuliah di pulau Jawa khususnya kota Yogyakarta yang telah lama dikenal sebagai "kota pelajar".
Ekspektasi kami bahwa di kota pelajar ini kami akan memperoleh segudang ilmu pengetahuan dan wawasan yang nantinya pasti akan bermanfaat dan bernilai guna.
Sebagai anak yang dilahirkan, dibesarkan dan didoktrinisasi dalam kebudayaan Minangkabau, bahwa seorang anak lelaki di Minang wajib baginya untuk sekali dalam seumur hidup untuk merantau ke negeri orang.
Oleh karena itu, ketika kesempatan itu datang kami tak akan menyia-nyiakannya begitu saja. Kesempatan itu dijalani bagaikan "sambil menyelam minum air".
Sambil kuliah, penulis ikut berkecimpung dalam berbagai aktivitas kampus, organisasi, dan kerelawanan.
Sambil hidup merantau di negeri orang, penulis ikut menyelami tradisi dan budaya setempat sebagai bekal hidup bermasyarakat yang nantinya akan sangat dibutuhkan.
Empat tahun merantau di Jogja, benar-benar menjadi suatu kenangan dan bahan pembelajaran hidup yang sangat berguna bagi kami secara pribadi.